Jumat, 4 September 2015 14:0
Merdeka.com - Presiden Joko Widodo memutuskan tidak
melanjutkan proyek kereta cepat, sekaligus menolak proposal yang
ditawarkan pihak Jepang dan China. Alasannya dua, Jokowi tak ingin
proyek ini menggunakan APBN dan operasionalnya tidak memungkinkan di
Indonesia.
Usai keputusan itu Menko Perekonomian Darmin Nasution langsung mengundang perwakilan Jepang dan China. Duta Besar Jepang untuk Indonesia Yasuaki Tanizaki mengungkapkan kekecewaannya atas putusan pemerintah.
"Saya telah menyatakan penyesalan saya karena dua alasan. Tapi keputusan ini sudah dibuat pemerintah Indonesia dan kami menghormatinya karena ini bukan keputusan yang mudah. Saya akan langsung menyampaikan ke Tokyo," katanya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (4/9).
Kekecewaan Jepang bukan tanpa alasan. Pertama, Jepang mengaku telah menggelontorkan dana besar untuk menggarap studi kelayakan (feasibility study/FS) kereta berkecepatan hingga 300 Km per-jam ini. Bahkan FS dilakukan selama tiga tahun bersama dengan pakar teknologi kereta cepat. Kedua, Jepang menawarkan teknologi terbaik, termasuk keamanan untuk proyek ini. Namun itu seolah sia-sia.
"Sebenarnya kami lebih senang kalau mengerjakan kereta cepat dan bisa dirasakan orang Indonesia," terangnya.
Meski demikian Tanizaki menegaskan, gagalnya proyek ini tidak akan mengganggu hubungan bilateral dua negara.
"Tidak, saya pikir seperti itu. Hubungan bilateral kami tetap kuat dan stabil karena Jepang dan Indonesia adalah mitra strategis," tutupnya.
Usai keputusan itu Menko Perekonomian Darmin Nasution langsung mengundang perwakilan Jepang dan China. Duta Besar Jepang untuk Indonesia Yasuaki Tanizaki mengungkapkan kekecewaannya atas putusan pemerintah.
"Saya telah menyatakan penyesalan saya karena dua alasan. Tapi keputusan ini sudah dibuat pemerintah Indonesia dan kami menghormatinya karena ini bukan keputusan yang mudah. Saya akan langsung menyampaikan ke Tokyo," katanya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (4/9).
Kekecewaan Jepang bukan tanpa alasan. Pertama, Jepang mengaku telah menggelontorkan dana besar untuk menggarap studi kelayakan (feasibility study/FS) kereta berkecepatan hingga 300 Km per-jam ini. Bahkan FS dilakukan selama tiga tahun bersama dengan pakar teknologi kereta cepat. Kedua, Jepang menawarkan teknologi terbaik, termasuk keamanan untuk proyek ini. Namun itu seolah sia-sia.
"Sebenarnya kami lebih senang kalau mengerjakan kereta cepat dan bisa dirasakan orang Indonesia," terangnya.
Meski demikian Tanizaki menegaskan, gagalnya proyek ini tidak akan mengganggu hubungan bilateral dua negara.
"Tidak, saya pikir seperti itu. Hubungan bilateral kami tetap kuat dan stabil karena Jepang dan Indonesia adalah mitra strategis," tutupnya.
[noe]