Ketua DPR RI Setya Novanto (kedua kiri) hadir saat calon presiden Amerika Serikat Donald Trump mengadakan konferensi pers di Manhattan, 3 September 2015
Ketua DPR RI Setya Novanto (kedua kiri) hadir saat calon presiden Amerika Serikat Donald Trump mengadakan konferensi pers di Manhattan, 3 September 2015 (AFP Photo)
Jakarta - Ketua DPR RI Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon tertangkap kamera sedang mengikuti dan berada di jajaran depan peserta kampanye calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump. Hal itupun langsung mengundang kontroversi di Indonesia, khususnya di media sosial.
Di kalangan parlemen, protes keras mulai bermunculan dari sesama anggota DPR RI. Anggota Komisi I DPR yang membidangi Pertahanan dan Hubungan Internasional Charles Honoris menilai baik Setya Novanto dan Fadli Zon sudah bisa dianggap melanggar etika DPR RI karena hadir di acara kampanye calon presiden warga negara lain.
"Mereka ngawur dan kehadiran keduanya sudah melanggar etika," tegas Charles yang berasal dari PDI Perjuangan ini, Jumat (4/9).
Charles Honoris mengingatkan bahwa Fadli dan Setya berada di Amerika Serikat dalam rangka tugas resmi negara, yakni sebagai wakil Parlemen RI di salah satu acara PBB. Keberangkatan mereka ke sana juga menggunakan fasilitas dan biaya negara. Karenanya, menjadi tidak etis apabila keduanya malah hadir di acara kampanye Donald Trump, dan berada di barisan depan pula.
"‎Sangat tidak pantas apabila mereka bertemu capres apalagi sampai muncul di acara kampanye capres tersebut. Kehadiran para pimpinan DPR dapat saja diinterpretasikan sebagai endorsement (dukungan) RI kepada salah satu kandidat presiden negara asing," jelas Charles.
Charles mengatakan Donald Trump bahkan secara terbuka memperkenalkan Setya Novanto sebagai Ketua DPR RI. Bagi dia, sudah cukup kuat alasan bagi Mahkamah Kehormatan DPR RI untuk memberikan konsekuensi atas tindakan Setya Novanto dan Fadli Zon itu.
"Para pimpinan DPR harus memberikan penjelasan dan pertanggungjawaban kepada para anggota dan tentunya kepada rakyat atas kejadian yang memalukan ini. Peristiwa ini juga menjadi ukuran kinerja dari Mahkamah Kehormatan DPR, dalam menjaga etika lembaga DPR," tegasnya.
Markus Junianto Sihaloho/JAS