"Pulanglah Buya" | Tanggapan Untuk Tulisan Syafi'i Ma'arif


JAWABAN atas tulisan Syafi'i Ma'arif tentang Gub. Sumbar di harian Republika.
http://www.republika.co.id/berita/kolom/resonansi/15/08/17/nt8326319-pilkada-di-sumatera-barat-2015

Berikut jawaban dari salah seorang Anggota DPRD Sumbar:

"PULANGLAH BUYA"

Oleh Irsyad Syafar
Anggota DPRD Sumbar priode 2014 - 2019 

Membaca resonansi republika 18 agustus 2015 yang ditulis oleh Buya Ahmad Syafi’i Maarif, saya menjadi tergerak untuk ikut serta sedikit berbagi pikiran tentang Sumatera Barat.

Bagi Saya Buya Syafii Maarif, tidak saja sekedar ulama, tetapi juga seorang guru bangsa, yang tentunya juga guru saya. Beliau salah satu dari sedikit orang yang saya kagumi di negeri ini. Saya lumayan kenal dengan Beliau, karena beliau adalah tetangga kami di Pesantren yang saya pimpin di pinggiran kota Padang. Beliau seorang yang taat, alim, dan juga tawadhuk. Beliau pernah beberapakali mampir ke pondok saya, shalat berjamaah bersama kami para guru dan santri. Kadang, Beliau hadir shalat jumat, duduk dengan diam di salah satu shaf bersama anak-anak. Banyak guru dan karyawan yang tidak kenal beliau, apalagi santri. Karena Beliau datang dengan berjalan kaki dan tak ada atribut atau pendamping khusus. Suatu hari, habis shalat jumat turun hujan agak deras. Saya tawarkan Beliau untuk saya antar dengan kijang super saya. Dengan senang hati Beliau mau naik mobil tua saya.

Dibalik penghormatan dan kekaguman saya kepada Buya, tentunya saya juga tidak menutup diri untuk memberikan catatan atas resonansi Beliau selasa kemaren. Apalagi saya menangkap kesimpulan Buya tentang kepemimpinan di Sumbar yang kesannya telah mengalami gagal total, kurang didukung oleh data yang valid dan realita yang ada.

Buya menuliskan, “Petahana Irwan kelahiran Yogyakarta 20 desember 1963, selama lima tahun menjadi Gubernur menyisakan fakta ini: dari sisi tingkat kesejahteraan masyarakat, sumbar terjun bebas pada angka tiga dari bawah setelah Papua dan NTB...” (dalam tulisan Buya, NTB. Dalam laporan BPS adalah NTT). Ini tentunya kalimat yang sangat bombastis. Menunjukkan masyarakat Sumbar sudah berada pada level terendah rakyat Indonesia dan jauh dari kesejahteraan sebelumnya.

Saya berkeyakinan kuat bahwa kesimpulan Buya tersebut berangkat dari hasil survey BPS (2015) tentang indeks kebahagian masyarakat Sumbar. Dimana BPS menyatakan bahwa indeks kebahagian masyarakat Sumbar berada pada urutan tiga terbawah setelah Papua dan NTT. Namun, pihak BPS sendiri memberikan penjelasan terhadap indeks ini. Kabid statistik sosial BPS Sumbar Satriono menyatakan bahwa kebahagiaan adalah suatu hal yang dirasakan dan dipersepsikan secara berbeda oleh setiap orang, karena itu pengukuran kebahagian merupakan hal yang subjektif.

Jadi, survey tersebut menyatakan bahwa masyarakat merasa kurang bahagia, bukan tidak sejahtera. Dan tentunya ini sangat subjektif sesuai cara pandang setiap orang tentang makna bahagia. Bisa jadi dua orang berpenghasilan yang sama, tapi salah satunya merasakan tidak bahagia. Karena masing-masing memiliki standar kebahagiaan yang berbeda. Sebab, kebahagian lebih berhubungan dengan rasa, namun yang wujudnya tidak terlihat.

Kalau kita ingin melihat kesejahteraan rakyat Sumbar secara ukuran data yang valid, tentu sangat banyak variabel yang harus digunakan, disamping realita yang terlihat secara kasat mata. Diantara yang bisa digunakan sebagai ukuran kesejahteraan umum adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM), pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan oleh angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), pemerataan ekonomi yang tergambar dari penurunan penduduk miskin dan tingkat pengangguran serta ukuran-ukuran lainnya.

Kesejahteraan Meningkat

Dari data resmi Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), kondisi kesejahteraan sosial menunjukkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sumbar pada tahun 2013 sebesar 75,01 meningkat dibanding tahun 2012 yang sebesar 74,70 namun tetap menempati rangking 9 secara nasional. Sementara itu Produk Domistik Regional Bruto (PDRB) Sumbar mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya. PDRB tahun 2011 sebesar 98,96 triliun rupiah, menjadi 110,10 triliun rupiah. Pertumbuhan PDRB pada tahun 2014 adalah 6,5% di atas pertumbuhan nasional yang hanya 5,21%. Sumbar berada pada peringkat ke 13 nasional.

Kemiskinan Turun

Adapun tingkat kemiskinan masyarakat Sumbar, dalam data resmi pemprov Sumbar, telah mengalami penurunan yang drastis semenjak tahun 2010. Padahal Sumbar baru saja dihantam gempa dua kali, pada tahun 2007 dan 2009. Terutama gempa 2009 yang sangat mengganggu perekonomian Sumbar.

Angka kemiskinan tahun 2010 adalah 9,50%. Kemudian pada tahun 2011 turun ke 8,99%, dan 2012 turun ke 8,00%, serta tahun 2013 menjadi 7,56%, lalu terakhir di 2014 berada pada 7,41%. Jauh lebih baik dari rata-rata angka kemiskinan nasional yang mencapai 11,25% di tahun 2014.

Penangguran Turun

Begitu juga angka pengangguran Sumbar, turun dari 7,97% pada tahun 2009, menjadi 6,50% pada tahun 2014, dan turun ke 5,99% di 2015 ini. Atau sedikit di atas rata-rata nasional yang 5,7%.

Prestasi Sumbar

Disamping itu, prestasi yang dicapai Irwan selama 5 tahun memimpin sumbar, adalah fakta yang tidak bisa dipungkiri. Sebagiannya belum pernah tercapai oleh gubernur-gubernur sebelumnya.

LKPJ beliau mendapatkan opini WTP dari BPK RI dalam tiga tahun terakhir. Padahal dahulu beliau menerima tampuk pemerintahan dari gubernur sebelumnya dengan status disclaimer. Kemudian setahun setelah itu naik ke WDP. Dan ditutup dengan dua kali WTP murni untuk tahun 2013 dan 2014.

Sumbar meraih peringkat satu pelaksanaan rehab rekon pasca bencana (2011), juara satu tanggap darurat (2011), juara satu nasional pasar desa/nagari (2012), penyalur dana BOS tercepat (2012), peringkat II nasional penanaman 1 milyar pohon (2012), pembina Bank Daerah terbaik (2012), propinsi terbaik manajemen KB se-Indonesia (2013), propinsi terbaik pengelolaan pesisir dan pulau kecil (2013), peringkat 5 Dunia penyelenggaraan Tour Sepeda (2013), juara satu nasional Pemuda Pelopor (2013), penghargaan Kementrian PU atas pembangunan jalan Nasional dan jalan propinsi di Sumbar (2014) dan lebih dari 100 penghargaan lainnya di berbagai bidang, semuanya adalah karya Irwan bersama wagub dan pemerintah propinsi yang dipimpinnya.

Orang PKS

Kemudian Buya menyatakan bahwa: “Sebagai seorang tokoh PKS, Irwan dianggap lebih banyak mengurus kepentingan partainya dari pada rakyat Sumbar”.

Pernyataan Buya ini juga terasa kurang valid. Semenjak menjadi Gubernur, Irwan langsung melepaskan jabatan strukturalnya di PKS. Berbeda dengan banyak kepala daerah yang justru menjadi pimpinan atau pengurus partai secara aktif. Beliau tidak menjabat lagi di DPP PKS apalagi di DPW. Kemudian hari-harinya habis untuk rakyat Sumbar. Satu hari kadang beliau hanya tidur tiga sampai empat jam saja. Tidak pernah mengambil cuti, dan hari sabtu minggu tetap bekerja.

Dalam setahun puluhan nagari dan ratusan desa yang beliau kunjungi. Daerah-daerah terisolir dan tertinggal, Beliau datangi walaupun harus naik sepeda motor atau naik perahu. Sangat banyak desa-desa yang belum pernah satupun gubernur sepanjang sejarah Sumbar datang ke sana, tapi Irwan sampai kesana. Hadir secara pisik dan juga membawa program pembangunan. Justru banyak pengurus DPD dan DPC PKS yang kecewa dengan Irwan. Karena semenjak menjadi gubernur, beliau tidak mudah untuk diajak ke acara-acara partai.

Irwan rela mendahulukan perbaikan rumah-rumah masyarakat dan gedung-gedung pemerintahan yang hancur lebur karena gempa 2009 daripada memperbaiki kantornya sendiri. Bahkan sampai akhir jabatannya, beliau berkantor di rumah dinasnya. Menjelang jabatan beliau berakhir, semua dinas propinsi sudah menempati gedung baru atau sudah direnovasi.

Terakhir, saya sangat menghormati dan juga mencintai Buya. Beliau begitu peduli dan cinta dengan Sumbar. Barangkali karena itulah Beliau menuliskan keresahannya tentang Sumbar dan berharap Sumbar ke depan lebih baik lagi.

Kami menunggu Buya pulang ke kampung halaman, memberikan pencerahan kepada kami yang masih terus belajar. Dan kiranya Buya sudi mampir di Pondok Ar Risalah, karena Buya beberapa tahun yang lalu telah menjual rumahnya yang di samping pondok kami.

Irsyad Syafar
Anggota DPRD Sumbar priode 2014 - 2019