Perwira Polisi & Bandar Narkoba Kompak Pukuli Wartawan

Korban pemukulan oknum polisi
Korban pemukulan oknum polisi


SAMARINDA - Seorang wartawan media online di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) dipukuli oknum polisi dan seorang bandar narkoba saat melakukan konfirmasi terkait penggerebekan kasus narkoba.
Korban bernama Muhajir, wartawan Suara Pilar Demokrasi yang dianiaya oknum polisi AA berpangkat inspektur dua (Ipda). Akibatnya penganiayaan itu, korban mengalami luka pada bagian wajah dan bibir karena pukulan tangan kosong.
Muhajir menceritakan, dia mendapat informasi tentang penggerebekan bandar narkoba di Jalan Kahoi, Samarinda. Dia pun tergerak untuk meliput, karena berada di dekat lokasi penggerebekan.
“Saya tidak sempat meliput saat pelaku digiring, tapi saya ambil gambar rumah yang digerebek. Keesokan harinya saya lihat seorang oknum polisi berjalan dengan bandar narkoba yang ditangkap,” ungkapnya kepada wartawan, Kamis (30/7/2015).
Dia pun menghampiri polisi itu di rumahnya untuk melakukan konfirmasi. “Saya tergerak dong untuk bertanya, kok bandar yang ditangkap semalam bisa jalan bareng polisi,” katanya.
Saat meminta konfirmasi, Muhajir langsung dipukul oleh AA. Sebelum memukul, pelaku yang saat itu masih mengenakan seragam polisi menendang motornya terlebih dahulu.
“Setelah AA memukul saya, bandar narkoba itu ikut memukuli saya,” sambungnya.
Tak terima dipukul, Muhajir melapor ke Polresta Samarinda. Dia juga menyerahkan bukti visum dari Rumah Sakit Umum Daerah AW Syahranie Samarinda. Namun, hingga saat ini belum ada tindak lanjut dari proses laporan tersebut.
“Anehnya, Ipda AA malah melaporkan balik saya dengan tuduhan memasuki pekarangan rumah orang lain tanpa ijin,”ucapnya.
Kuasa hukum Muhajir, Fajri, mengaku khawatir jika polisi hanya mengecilkan kasus ini pada kasus pemukulan saja. Menurutnya, selain pasal penganiayaan, Ipda AA juga bisa dijerat pasal pengeroyokan dan bisa dijerat UU pers.
“Kami menemukan tiga kejanggalan, pertama, pasal yang tidak berlapis. Kedua, bukti visum yang kami sertakan saat laporan dikabarkan juga hilang. Ketiga, proses hukum yang berjalan lambat,” ungkapnya.
Fajri berharap, polisi bisa mengusut tuntas kasus ini. “Karena ini demi nama baik institusi Polri,” pungkasnya.
(fmi)