Ilustrasi uang kertas pecahan 100 Yuan.
Ilustrasi uang kertas pecahan 100 Yuan. (AFP)
Pasca-Tiongkok melakukan pelemahan mata uangnya yuan (devaluasi) sejumlah mata uang global langsung tertekan. Mengikuti Tiongkok, Vietnam juga melemahkan mata uangnya, dong untuk ketiga kalinya pada 2015. Begitu halnya tenger Kazakhstan di tengah harga minyak mentah yang turun tajam. Mata uang Kazakhstan tenger melemah 22 persen pada perdagangan Kamis setelah bank sentral setempat mengendalikan nilai tukarnya sehari sebelumnya.
Bloomberg, Jumat (21/8) menyatakan, eskalasi dunia terkini mengisyaratkan kepada investor bahwa sejumlah mata uangnya menjadi terlalu mahal khususnya negara-negara berkembang. Selain Kazakhstan, Vietnam juga mendevaluasi mata uang dong. Sementara mata uang yang masih diperdagangkan bebas seperti rand Afrika Selatan dan lira Turki memperpanjang kerugiannya.
Pemicu depresiasi mata uang di negara berkembang adalah keputusan Tiongkok melemahkan yuan pada 11 Agustus lalu, sehingga negara-negara lain harus bersaing di pasar ekspor dengan Tiongkok sebagai ekonomi terbesar kedua.
Kondisi ini diperburuk kekhawatiran kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) dan melemahnya harga minyak. Beberapa, negara eks Uni Soviet menghadapi masalah tambahan yakni pelemahan rubel untuk menempatkan mereka dalam posisi yang tidak menguntungkan dalam perdagangan mereka dengan Rusia.
Berikut adalah mata uang yang paling berisiko dari perkembangan global pascadevaluasi yuan.
Riyal Arab Saudi: Dengan cadangan devisa US$ 672 miliar, Arab Saudi selaku eksportir minyak terbesar di dunia, memiliki kapasitas mumpuni untuk menangkal perkembangan global. Namun menurut Deutsche Bank AG, para spekulan memperkirakan mata uang mereka berisiko karena harga minyak mentah jatuh ke posisi terendah dalam tujuh tahun. Ke depan, kontrak yang digunakan pedagang harus menerapkan skema lindung nilai guna meredam fluktuasi mata uangnya. Ini menyiratkan soal penurunan 1 persen riyal selama 12 bulan ke depan.
Somoni Tajikistan: Negara ini memiliki hubungan dekat dengan Kazakhstan, yang menyumbang sekitar 11 persen dari perdagangan, dan SEB menyatakan depresiasi 10 sampai 20 persen.
Dram Armenia: Mata uang ini telah melemah 15 persen dalam 12 bulan terakhir, dibandingkan dengan penurunan 46 persen rubel. Seperempat perdagangan negara ini adalah dengan Rusia.
Som Kyrgyzstan: Menurut BMI Research, pelemahan mata uang tenge Kazakhstan akan memberikan tekanan pada som karena hubungan kedua negara ini.
Pound Mesir. Negara ini telah membatasi akses investor terhadap mata uang asing di tengah kekurangan sejak 2011. Para trader memperirakan pound akan melemah sekitar 22 persen dalam satu tahun ke depan.
Lira Turki: Lira menjadi salah satu mata uang yang berkinerja terburuk di dunia sejak Tiongkok melakukan devaluasi yuan pada 11 Agustus. Pemicunya adalah eskalasi politik.
Naira Nigeria: Para pembuat kebijakan di negara pengekspor minyak ini mencoba menahan mata uangnya yang terlalu tinggi. Mata uang naira akan jatuh lebih dari 20 persen terhadap dolar selama setahun ke depan.
Cedi Ghana: Ghana juga tergolong negara pengeksport minyak. Namun masalah negara utama negara ini adalah ketidakseimbangan fiskal, kenaikan inflasi dan meningkatnya utang.
Kwacha Zambia: Negara ini banyak mengekspor tembaga ke Tiongkok yang menyumbang sekitar 70 persen.
Ringgit Malaysia: Mata uang ini merosot ke level terendah dalam 17-tahun pada perdagangan Kamis dan cadangan devisa turun di bawah US$ 100 miliar untuk pertama kalinya sejak 2010.
Whisnu Bagus Prasetyo/WBP