Rekening Diblokir KPK, Karyawan Kaligis Ramai-ramai Berhenti


Rekening Diblokir KPK, Karyawan Kaligis Ramai-ramai Berhenti
VIVA.co.id - Pengacara senior, Otto Cornelis Kaligis, kembali mengeluhkan pemblokiran rekening yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi. Kaligis menyampaikan itu saat menjalani sidang lanjutan perkara dugaan suap kepada Hakim dan Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (Medan) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis, 10 September 2015.

Sidang lanjutan itu beragendakan pembacaan nota keberatan (eksepsi) kuasa hukum Kaligis atas surat dakwaan jaksa. Namun, sesaat setelah sidang dibuka, Kaligis langsung mengeluhkan pemblokiran rekeningnya. Dia menyebut, akibat pemblokiran itu, sebagian besar advokat yang bekerja di firma hukumnya berhenti karena belum mendapat gaji.

"Saya punya rekening ditutup, masuk tak bisa (dibuka). 70 Persen advokat saya berhenti karena (saya) tak bisa bayar gaji," kata Kaligis.

Dia lantas meminta kepada majelis hakim yang diketuai oleh Hakim Sumpeno untuk membuka rekening tersebut. Kaligis beralasan pemblokiran rekening tidak ada kaitannya dengan perkara.

Setelah mendengar pernyataan tersebut, hakim kemudian meminta Jaksa Penuntut Umum KPK untuk menanggapinya.

Jaksa KPK, Yudi Kristiana, lantas menyebut akan berkoordinasi terlebih dulu dengan penyidik yang menangani perkara ini. Dia meminta waktu satu minggu untuk berkoordinasi, sebelum nanti akan disampaikan hasilnya di persidangan selanjutnya.

Mendengar itu, Kaligis langsung protes. Sebab dia waktu yang diminta jaksa terlalu lama.

"Ini nasib orang. Kalau saudara, Anda, tidak dikasih uang, bagaimana mau makan? Saya mohon dengan sangat rasa kemanusiaan," ujar Kaligis.

Namun, hakim mengabulkan permintaan jaksa untuk berkoordinasi dengan penyidik terkait pemblokiran rekening tersebut.

"Intinya majelis akan menunggu jawaban jaksa. Kita harus mendengar kedua belah pihak, baru mengambil sikap," ujar Hakim Sumpeno.

Pengacara senior, Otto Cornelis Kaligis didakwa telah memberikan uang pada Hakim serta Panitera PTUN Medan, dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara. Kaligis didakwa bersama dengan Moh. Yagari Bhastara Guntur alias Gary, Gatot Pujo Nugroho dan Evy Susanti telah memberi uang kepada Tripeni lrianto Putro selaku Hakim PTUN sebesar SGD 5,000 dan USD 15,000, kepada Dermawan Ginting dan Amir Fauzi selaku Hakim PTUN masing-masing sebesar USD 5,000 serta Syamsir Yusfran selaku Panitera PTUN sebesar USD 2,000.

Menurut jaksa, perbuatan OC Kaligis itu merupakan tindak pidana korupsi, yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.