Kamis, 20 Agustus 2015 12:43
Merdeka.com - Bank Indonesia (BI) baru saja melansir data
terbaru mengenai utang luar negeri Indonesia. Per Juni 2015, utang luar
negeri Indonesia tercatat USD 304,28 miliar atau setara dengan Rp 4.201
triliun. Angka utang ini naik dibanding bulan lalu yang tercatat hanya
USD 302,48 miliar atau Rp 4.185 triliun.
Posisi utang per Juni ini juga naik jika dibanding awal tahun lalu. Pada Januari 2015, utang luar negeri Indonesia hanya USD 301,18 miliar.
Dikutip langsung dari data Bank Indonesia, sumber utang luar negeri berasal dari 3 macam kreditor. Pertama adalah dari berbagai negara dengan total USD 181,39 miliar. Kemudian dari organisasi internasional sebesar USD 25,89 miliar serta lainnya sebesar USD 97 miliar.
Dari sisi negara, Singapura tercatat sebagai pemberi utang terbesar ke Indonesia dengan total mencapai USD 59,98 miliar atau setara dengan Rp 882 triliun. Selanjutnya disusul oleh Jepang dengan total utang mencapai USD 32,21 miliar. Belanda juga cukup besar memberi utang ke Indonesia dengan nilai mencapai USD 11,26 miliar dan disusul oleh Amerika Serikat sebesar USD 11,18 miliar. Masih banyak negara lain yang memberi utang ke Indonesia dengan nilai di bawah USD 10 miliar seperti Hong Kong, Jerman, China, Spanyol dan lain sebagainya.
Sedangkan dari sisi organisasi internasional, IBRD tercatat sebagai pemberi utang terbesar dengan nilai USD 12,29 miliar. Kemudian ADB juga memberi utang sebesar USD 8,27 miliar. Selanjutnya disusul oleh IMF sebesar USD 2,7 miliar. Masih banyak organisasi lainnya seperti EIB, NIB dan lain sebagainya yang memberi utang ke Indonesia.
Namun demikian, Adviser IMF Benedict Bingham pernah mengatakan Indonesia sudah tidak lagi berutang pada lembaga moneter internasional tersebut. Adapun utang tercantum dalam data statistik utang luar negeri Bank Indonesia itu merupakan kuota penyertaan modal Indonesia dalam bentuk mata uang khusus IMF, biasa disebut special drawing rights (SDR).
"Berdasarkan dokumen perjanjian, alokasi SDR kepada seluruh negara anggota disesuaikan dengan proporsi kuota mereka di IMF. Ini dalam rangka menyediakan likuiditas tambahan buat negara anggota."
Saat ini, lanjut Benedict, kuota Indonesia sebesar SDR 1,98 juta atau setara USD 2,8 juta. Berdasarkan standar akuntansi, penyertaan modal ini diperlakukan sebagai utang atau kewajiban luar negeri harus ditanggung Bank Indonesia.
"Sementara, kepemilikan SDR diperlakukan sebagai aset Bank Indonesia," katanya. "Jadi, ketika SDR dialokasikan, itu tidak mengubah posisi utang negara anggota pada IMF."
Posisi utang per Juni ini juga naik jika dibanding awal tahun lalu. Pada Januari 2015, utang luar negeri Indonesia hanya USD 301,18 miliar.
Dikutip langsung dari data Bank Indonesia, sumber utang luar negeri berasal dari 3 macam kreditor. Pertama adalah dari berbagai negara dengan total USD 181,39 miliar. Kemudian dari organisasi internasional sebesar USD 25,89 miliar serta lainnya sebesar USD 97 miliar.
Dari sisi negara, Singapura tercatat sebagai pemberi utang terbesar ke Indonesia dengan total mencapai USD 59,98 miliar atau setara dengan Rp 882 triliun. Selanjutnya disusul oleh Jepang dengan total utang mencapai USD 32,21 miliar. Belanda juga cukup besar memberi utang ke Indonesia dengan nilai mencapai USD 11,26 miliar dan disusul oleh Amerika Serikat sebesar USD 11,18 miliar. Masih banyak negara lain yang memberi utang ke Indonesia dengan nilai di bawah USD 10 miliar seperti Hong Kong, Jerman, China, Spanyol dan lain sebagainya.
Sedangkan dari sisi organisasi internasional, IBRD tercatat sebagai pemberi utang terbesar dengan nilai USD 12,29 miliar. Kemudian ADB juga memberi utang sebesar USD 8,27 miliar. Selanjutnya disusul oleh IMF sebesar USD 2,7 miliar. Masih banyak organisasi lainnya seperti EIB, NIB dan lain sebagainya yang memberi utang ke Indonesia.
Namun demikian, Adviser IMF Benedict Bingham pernah mengatakan Indonesia sudah tidak lagi berutang pada lembaga moneter internasional tersebut. Adapun utang tercantum dalam data statistik utang luar negeri Bank Indonesia itu merupakan kuota penyertaan modal Indonesia dalam bentuk mata uang khusus IMF, biasa disebut special drawing rights (SDR).
"Berdasarkan dokumen perjanjian, alokasi SDR kepada seluruh negara anggota disesuaikan dengan proporsi kuota mereka di IMF. Ini dalam rangka menyediakan likuiditas tambahan buat negara anggota."
Saat ini, lanjut Benedict, kuota Indonesia sebesar SDR 1,98 juta atau setara USD 2,8 juta. Berdasarkan standar akuntansi, penyertaan modal ini diperlakukan sebagai utang atau kewajiban luar negeri harus ditanggung Bank Indonesia.
"Sementara, kepemilikan SDR diperlakukan sebagai aset Bank Indonesia," katanya. "Jadi, ketika SDR dialokasikan, itu tidak mengubah posisi utang negara anggota pada IMF."
[idr]