Selasa, 25 Agustus 2015
Beredarnya informasi tentang rencana pembentukan Badan Siber Nasional yang pembentukannya akan bekerja sama dengan CIA dan menyedot data-data percakapan masyarakat mendapat tanggapan dari Komisi I DPR RI yang membidangi hal ini.
“Iya, saya juga mendapat info di sosial media seperti itu bahwa pembentukan Badan Siber Nasional ini akan dilakukan melalui kerja sama dengan Amerika Serikat. Badan ini nanti kewenangannya juga bisa masuk ke wilayah privasi warga negara seperti yang dilakukan National Security Agency (NSA) di Amerika Serikat. Untuk memastikan hal ini, saya mendorong Komisi I DPR RI untuk memanggil Kementerian Pertahanan atau Panglima TNI untuk rapat terkait hal ini agar kita mendapat informasi yang benar dan rinci langsung dari pemerintah. Jangan hanya berdasar info-info yang beredar,” ujar Sukamta, anggota Komisi I DPR RI, Senin (24/08/2015) di Jakarta.
Politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini menjelaskan bahwa rencana pembentukan Badan Siber Nasional ini pernah mencuat beberapa waktu yang lalu. Badan ini memang perlu karena seperti di negara-negara maju, mereka sudah menyiapkan secara khusus tentara-tentara siber yang khusus mengcounter dan melakukan serangan-serangan siber antarnegara. Indonesia juga sering terkena serangan siber ini, sementara kita belum memiliki tentara siber (cyber army) yang khusus menjaga keamanan dan pertahanan di dunia siber.
“Indonesia,” lanjut Anggota DPR RI dari Dapil Daerah Istimewa Yogyakarta ini, “memiliki grand design ke depan untuk membangun sebuah sistem ketahanan siber yang kuat. Setidaknya ada 4 hal yang harus dibahas dalam grand design tersebut, yaitu regulasi, teknologi, SDM yang berkualitas, dan institusi. Regulasinya harus dibuat, dan tidak harus berbentuk undang-undang. Teknologi siber juga harus terus dikembangkan agar kita bisa mandiri dalam hal ini. Lalu SDM-nya musti diciptakan dan dikoordinasikan. Dan Badan Siber Nasional diperlukan untuk menghadapi tantangan perang siber. Cakupan Badan Siber Nasional tadi meliputi infrastruktur publik seperti air, gas, bahkan listrik.
Apalagi jika mengingat ke depannya semakin banyak urusan negara, pemerintahan dan kepentingan publik yang dilakukan dengan teknologi siber. Berbeda dengan badan Security Incident Response Team on Internet Infrastrucure (ID SIRTII) di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika yang berfungsi sebagai pengawas internet publik.”
Terkait dengan informasi bahwa badan ini nanti akan bekerja sama dengan NSA dan mencakup percakapan privasi masyarakat, Sukamta ingin memastikan dulu ke pemerintah apakah benar seperti itu. Sampai sejauh mana kewenangan badan ini dalam konteks kerja samanya nanti.
“Untuk persoalan e-government saja saya tegas ketika tempo hari Telkom mau menggandneg Singtel Singapura untuk membentuk joint venture di bidang e-government ini, karena dikhawatirkan Singapura bisa menyedot data-data kepemerintahan kita. Dengan alasan yang sama, pada dasarnya saya juga mengkhawatirkan penyedotan data-data penting pemerintahan termasuk juga urusan pribadi masyarakat jika kita kerja sama dengan NSA. Kemampuan siber kita dengan Amerika jelas tidak seimbang. Kerja sama yang terjadi nantinya malah akan merugikan kita. Nanti yang terjadi malah penjajahan siber (cyber imperialism). Kan malah repot kalau seperti itu nantinya,” ujar Sukamta. (Hidayatullah.com)