Hasil survei yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukan bahwa masyarakat Indonesia tidak puas dengan kinerja Presiden Joko Widodo, selama hampir sembilan bulan memerintah
Direktur Eksekutif SMRC Djayadi Hanan mengatakan, secara umum sebesar 56 persen masyarakat merasa kurang atau tidak puas dengan kinerja Presiden Jokowi, sementara 41 persen sisanya merasa puas.
Djayadi melanjutkan, pemerintah harus sadar bahwa masyarakat terlihat cenderung tidak puas dengan kinerja pemerintahan Jokowi. Di bidang ekonomi, sekitar 31,5 persen warga menyatakan kondisi ekonomi sekarang lebih buruk daripada tahun lalu, sementara yang menyatakan lebih baik hanya 24 persen.
Untuk bidang politik, Djayadi menyebutkan, hasil survei menunjukkan 37,5 persen warga menganggap kondisi politik Indonesia buruk sementara yang menyatakan baik hanya 21,6 persen.
"Sedangkan, dalam hal hukum, 38 persen warga menyatakan kondisi hukum Indonesia buruk sementara yang menyatakan baik hanya 32 persen," kata Djayadi di Jakarta, Kamis (9/7).
Ia menjelaskan, pandangan masyarakat dalam tiga bidang tersebut dipengaruhi oleh berbagai hal yang terjadi dan dirasakan oleh masyarakat langsung. Apa yang dilihat oleh masyarakat melalui media pun lanjutnya, juga mempengaruhi pandangan dalam menilai kinerja pemerintahan.
"Bidang ekonomi yang langsung dirasakan masyarakat. Dampak kenaikan harga BBM yang terasa langsung, misalnya pada biaya transportasi, harga sembako makin mahal, kemudian kerjaan makin susah," jelasnya.
"Kalau politik dan hukum itu dilihat masyarakat terutama dari televisi karena 75 persen masyarakat kita nonton televisi. Misal, berita tentang kisruh KPK-Polri, kemudian soal partai-partai yang maunya menambah uang untuk partai melulu," ujarnya.
Djayadi menyebutkan, jika dibandingkan dengan pemerintahan SBY, citra Jokowi saat ini jauh tertinggal. Bila saat ini hanya 40,7 persen warga yang menyatakan puas dengan kinerja Jokowi, dalam periode yang sama, lima tahun lalu, terdapat 70 persen warga menyatakan puas dengan kinerja SBY.
Meski begitu, Djayadi mengatakan, walaupun melemah, Jokowi masih memiliki dukungan yang cukup kuat. Hasil penelitian menunjukkan, orang-orang yang mendukung Jokowi dalam Pemilu 2014 masih tetap memberikan dukungan hingga waktu survei dilakukan.
"Hanya 11 persen warga yang dalam Pemilu 2014 memilih Jokowi sekarang menyesal memilih Jokowi. Sebaliknya, hampir 88 persen pemilih Jokowi menyatakan tidak menyesal memilih Jokowi pada 2014," ujarnya.
Survei yang dilakukan pada 25 Mei hingga 2 Juni 2015 tersebut menggunakan 1.220 responden yang merupakan warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam Pemilu, yakni mereka yang sudah berumur 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan.
Responden yang dipilih secara acak diwawancara dengan tatap muka. Margin of error rata-rata dari survei tersebut, yakni sekitar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Hasil survei tersebut, lanjutnya, menunjukkan bahwa rakyat menginginkan agar kinerja pemerintah Jokowi diperbaiki secepatnya, namun dengan tetap menjaga proses politik secara konstitusional. Menurut Djayadi, secara konstitusional, presiden tidak boleh diberhentikan di luar Pemilu hanya karena kinerjanya tidak memuaskan.
"Namun, Jokowi harus mencegah kondisi nasional terus memburuk, terutama di bidang ekonomi, agar masyarakat tidak menjadi anarkis dan meruntuhkan demokrasi," ujarnya.
Sumber: Republika Online