Senin, 13 April 2015 14:39
Merdeka.com - Kasus dugaan perbudakan di Kapal Pusaka
Benjina Resource (PBR), Benjina, Maluku menemukan berbagai temuan baru
yang mencengangkan. Nasib para anak buah kapal (ABK) hingga dibawa ke
Benjina diduga sebagai korban perdagangan manusia (human trafficking).
Direktur Jendral Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Asep Burhanudin menuturkan, berdasarkan hasil temuan di lapangan, menunjukan adanya sejumlah bukti yang mengarah adanya kasus penjualan manusia. Sebab, modus operandinya banyak dilakukan juga pada tenaga kerja Indonesia (TKI) korban perdagangan.
"Mereka kaya TKI kita juga. Dibohongi. Mereka dikumpulkan di Mekong, terus dibawa ke Benjina. Ini hasil wawancara dengan korban," kata Asep di Jakarta, Senin (13/4).
Sebelum dibawa ke Benjina, kata Asep, para korban juga disuruh menandatangani surat kontrak kerja bodong. Di mana, tidak ada dasar aturan jelas pada kontrak kerja tersebut.
Temuan selanjutnya, para korban juga diketahui kebanyakan berumur 19 tahun sampai 20 tahun. "Kalau mereka datang empat sampai tiga tahun lalu, umur mereka masih 16 tahun tiba di sini," ujarnya.
Lebih parah lagi, lanjut dia, setelah dikumpulkan dan menandatangani kontrak, para korban diduga dibius sebelum dibawa ke Benjina. "Mereka dibius, tidak tahu bagaimana caranya, tapi menurut para korban pas bangun sudah di kapal itu," ungkapnya.
Hasil temuan lain, Asep mengungkapkan para korban juga mengalami penganiayaan dalam bekerja. Biasanya mereka dipukuli bila terlihat lelah atau ketiduran di saat kerja. Padahal, gaji yang diperoleh para ABK tidak sebanding dengan kinerjanya.
Cara keji lainnya, para budak juga dilarang sakit. "Kalau sakit mereka disetrum," tegasnya.
Mudahnya terjadi penganiayaan kepada para korban lantaran jauhnya penegak hukum dari wilayah tersebut. "Aparat hukum di sana minim. Dari Polres atau Polsek saja untuk ke Benjina butuh 3 jam," terangnya.
Dunia internasional tengah menyoroti kasus perbudakan ABK di sebuah tempat terpencil bernama Benjina, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku. Di wilayah itu, terjadi perbudakan terhadap ABK asal Myanmar yang diduga dilakukan oleh pemilik kapal eks asing milik Thailand dan beroperasi di Indonesia. Kapal itu dimiliki PT Pusaka Benjina Resources (PBR).
PBR mengolah ikan-ikan hasil tangkapannya di tengah laut dan disinyalir dilakukan secara ilegal. Produk ikan olahan itu kemudian didistribusikan ke supermarket-supermarket di negara-negara maju seperti Amerika Serikat.
Baca juga:
KKP: Korban perbudakan kapal Benjina terkena HIV-AIDS
Ratusan nelayan Thailand korban perbudakan di Benjina dipulangkan
ABK Indonesia di kapal Nigeria belum jelas nasibnya
Waspada gaji besar jadi ABK berujung perbudakan
ABK Indonesia di Thailand minta segera dipulangkan
Kemlu masih telusuri ABK dijadikan budak kapal di Antartika
Direktur Jendral Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Asep Burhanudin menuturkan, berdasarkan hasil temuan di lapangan, menunjukan adanya sejumlah bukti yang mengarah adanya kasus penjualan manusia. Sebab, modus operandinya banyak dilakukan juga pada tenaga kerja Indonesia (TKI) korban perdagangan.
"Mereka kaya TKI kita juga. Dibohongi. Mereka dikumpulkan di Mekong, terus dibawa ke Benjina. Ini hasil wawancara dengan korban," kata Asep di Jakarta, Senin (13/4).
Sebelum dibawa ke Benjina, kata Asep, para korban juga disuruh menandatangani surat kontrak kerja bodong. Di mana, tidak ada dasar aturan jelas pada kontrak kerja tersebut.
Temuan selanjutnya, para korban juga diketahui kebanyakan berumur 19 tahun sampai 20 tahun. "Kalau mereka datang empat sampai tiga tahun lalu, umur mereka masih 16 tahun tiba di sini," ujarnya.
Lebih parah lagi, lanjut dia, setelah dikumpulkan dan menandatangani kontrak, para korban diduga dibius sebelum dibawa ke Benjina. "Mereka dibius, tidak tahu bagaimana caranya, tapi menurut para korban pas bangun sudah di kapal itu," ungkapnya.
Hasil temuan lain, Asep mengungkapkan para korban juga mengalami penganiayaan dalam bekerja. Biasanya mereka dipukuli bila terlihat lelah atau ketiduran di saat kerja. Padahal, gaji yang diperoleh para ABK tidak sebanding dengan kinerjanya.
Cara keji lainnya, para budak juga dilarang sakit. "Kalau sakit mereka disetrum," tegasnya.
Mudahnya terjadi penganiayaan kepada para korban lantaran jauhnya penegak hukum dari wilayah tersebut. "Aparat hukum di sana minim. Dari Polres atau Polsek saja untuk ke Benjina butuh 3 jam," terangnya.
Dunia internasional tengah menyoroti kasus perbudakan ABK di sebuah tempat terpencil bernama Benjina, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku. Di wilayah itu, terjadi perbudakan terhadap ABK asal Myanmar yang diduga dilakukan oleh pemilik kapal eks asing milik Thailand dan beroperasi di Indonesia. Kapal itu dimiliki PT Pusaka Benjina Resources (PBR).
PBR mengolah ikan-ikan hasil tangkapannya di tengah laut dan disinyalir dilakukan secara ilegal. Produk ikan olahan itu kemudian didistribusikan ke supermarket-supermarket di negara-negara maju seperti Amerika Serikat.
Baca juga:
KKP: Korban perbudakan kapal Benjina terkena HIV-AIDS
Ratusan nelayan Thailand korban perbudakan di Benjina dipulangkan
ABK Indonesia di kapal Nigeria belum jelas nasibnya
Waspada gaji besar jadi ABK berujung perbudakan
ABK Indonesia di Thailand minta segera dipulangkan
Kemlu masih telusuri ABK dijadikan budak kapal di Antartika
[bim]