Bolehkah kita tidak sepenuhnya beri'tikaf di 10 hari terakhir Ramdhan, tapi sebagian waktunya untuk bekerja di kantor, maka jawabnya tentu saja boleh. Sebab syarat dan rukun i'tikaf tidak harus dilakukan selama 10 hari 10 malam. Yang penting sejenak saja kita berada di dalam masjid, asalkan diniatkan untuk beri'tikaf, sudah bisa dianggap sebagai i'tikaf.
Tentu pahalanya berbeda antara i'tikaf satu jam dengan 10 hari. Tetapi prinsipnya, bila kita tidak bisa melakukan seluruhnya sesempurna yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, bukan berarti kita harus tinggalkan semuanya.
Benar bahwa Rasulullah SAW SAW selalu melakukan i'tikaf 10 hari terakhir tiap tahun di bulan Ramadhan. Cara i'tikaf itu adalah cara i'tikaf yang paling ideal.
Namun seluruh ulama sepakat bahwa syarat sah i'tikaf itu tidak harus dilakuan sepanjang 10 hari. Dan beliau SAW sendiri tidak pernah mewajibkan i'tikaf 10 hari kepada umatnya. Artinya, secara syar'i, hukumnya tidak wajib. Dan orang yang tidak i'tikaf di bulan Ramadhan tidak menanggung dosa apa pun.
Tetapi kalau kita bicara dari sudut pandang lain, misalnya dari segi keutamaan ibadah, tentunya mengikuti i'tikaf itu sangat diutamakan dan dianjurkan. Mengingat besarnya pahala yang dijanjikan, serta contoh praktek nabi SAW atasnya.
Yang paling utama adalah beri'tikaf dengan sempurna, 10 hari 10 malam tanpa keluar sekalipun dari masjid. Namun bila keadaan seseorang tidak bisa demikian, karena misalnya masih ada kewajiban dari kantor atau tempat kerjanya, tentu tidak ada keharusan untuk bolos atau mangkir dari kerja.
Toh meski tidak bisa siang malam terus terusan, kita boleh saja ikut i'tikaf sebagiannya. Misalnya hanya malam hari saja, tapi siangnya kembali ke rumah atau ke kantor.
Dan pahala i'tikaf itu tidak gugur total bila keluar dari masjid. Tidak seperti orang bayar puasa kaffarat yang harus 2 bulan berturut-turut, bila sekali saja tidak puasa meski sudah hari ke 59, maka puasa selama 59 hari itu dianggap gugur.
Nah, i'tikaf tidak demikian peraturannya. Bila memang masih ada udzur atau keperluan manusiawi lalu seseorang tidak bisa lengkap 10 hari 10 malam, boleh saja dia menyelesaikan dulu urusannya. Biar saja ada bolong-bolongnya, toh tidak menggugurkan pahala i'tikaf lainnya yang sudah dikerjakan. Meski bila bisa melakukannya dengan sempurna, tentu pahalanya lebih besar.
Bahkan Asy-Syafi'i puya pendapat, sesebentar apa pun kita masuk masjid, asal diniatkan beri'tikaf, kita sudah dapat pahalanya. Tentu tidak sama dengan pahala yang 10 hari 10 malam itu.
Wallahu a'lam bishshawab. (Galafath)
Sumber:http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1161145487&=i%27tikaf-sambil-bekerja-bolehkah.htm
Tentu pahalanya berbeda antara i'tikaf satu jam dengan 10 hari. Tetapi prinsipnya, bila kita tidak bisa melakukan seluruhnya sesempurna yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, bukan berarti kita harus tinggalkan semuanya.
Benar bahwa Rasulullah SAW SAW selalu melakukan i'tikaf 10 hari terakhir tiap tahun di bulan Ramadhan. Cara i'tikaf itu adalah cara i'tikaf yang paling ideal.
Namun seluruh ulama sepakat bahwa syarat sah i'tikaf itu tidak harus dilakuan sepanjang 10 hari. Dan beliau SAW sendiri tidak pernah mewajibkan i'tikaf 10 hari kepada umatnya. Artinya, secara syar'i, hukumnya tidak wajib. Dan orang yang tidak i'tikaf di bulan Ramadhan tidak menanggung dosa apa pun.
Tetapi kalau kita bicara dari sudut pandang lain, misalnya dari segi keutamaan ibadah, tentunya mengikuti i'tikaf itu sangat diutamakan dan dianjurkan. Mengingat besarnya pahala yang dijanjikan, serta contoh praktek nabi SAW atasnya.
Yang paling utama adalah beri'tikaf dengan sempurna, 10 hari 10 malam tanpa keluar sekalipun dari masjid. Namun bila keadaan seseorang tidak bisa demikian, karena misalnya masih ada kewajiban dari kantor atau tempat kerjanya, tentu tidak ada keharusan untuk bolos atau mangkir dari kerja.
Toh meski tidak bisa siang malam terus terusan, kita boleh saja ikut i'tikaf sebagiannya. Misalnya hanya malam hari saja, tapi siangnya kembali ke rumah atau ke kantor.
Dan pahala i'tikaf itu tidak gugur total bila keluar dari masjid. Tidak seperti orang bayar puasa kaffarat yang harus 2 bulan berturut-turut, bila sekali saja tidak puasa meski sudah hari ke 59, maka puasa selama 59 hari itu dianggap gugur.
Nah, i'tikaf tidak demikian peraturannya. Bila memang masih ada udzur atau keperluan manusiawi lalu seseorang tidak bisa lengkap 10 hari 10 malam, boleh saja dia menyelesaikan dulu urusannya. Biar saja ada bolong-bolongnya, toh tidak menggugurkan pahala i'tikaf lainnya yang sudah dikerjakan. Meski bila bisa melakukannya dengan sempurna, tentu pahalanya lebih besar.
Bahkan Asy-Syafi'i puya pendapat, sesebentar apa pun kita masuk masjid, asal diniatkan beri'tikaf, kita sudah dapat pahalanya. Tentu tidak sama dengan pahala yang 10 hari 10 malam itu.
Wallahu a'lam bishshawab. (Galafath)
Sumber:http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1161145487&=i%27tikaf-sambil-bekerja-bolehkah.htm