Minggu, 03 Januari 2016
Berlian diletakkan dimanapun tetaplah berlian. Ungkapan ini bisa menggambarkan sosok gurunda ustadzuna Luthfi Hasan Ishaaq yang menjadikan penjara sebagai tempat menebar kebaikan.
Begitupan seperti ungkapan ulama Ibnu Taimiyah: “Apa yang dapat dilakukan oleh musuhku? Sesungguhnya surgaku ada di hatiku. Ke manapun aku pergi dia selalu bersamaku. Apabila aku dipenjara maka itu adalah khalwatku (tempat totalitas ibadah) dengan Allah, apabila aku dibunuh maka syahadah (kesyahidan) bagiku, dan apabila aku diusir maka itu merupakan syiyahah (perjalanan di jalan Allah).”
Berikut selengkapnya kiprah Ustadz alumni Gontor ini di penjara Sukamiskin Jawa Barat seperti dimuat di Kompasiana (31/12/2015:
Apa yang Dilakukan LHI di Lapas Sukamiskin?
Ingat kasus dugaan korupsi yang dituduhkan kepada Luthfi Hasan Ishaaq (LHI), mantan Presiden PKS, yang akhirnya menjebloskannya ke dalam penjara? Bagaimana kabar LHI saat ini setelah masuk “pesantren” Sukamiskin Bandung?
Setelah divonis, LHI dimasukkan ke dalam Lapas Kelas I Sukamiskin di tahun 2013. Lapas yang beralamat di Jl. AH Nasution no 114 Bandung itu menempati lahan berupa tanah dan bangunan seluas 54.730 m2 dengan daya tampung 522 tahanan. Banyak tahanan kasus korupsi yang berada di lapas ini, seperti Rudi Rubiandini, Anas Urbaningrum, Andi Malarangeng dan lain sebagainya.
Berbeda dengan politisi lainnya, LHI yang berlatar belakang aktivis dakwah langsung giat melakukan kegiatan spiritual bersama para napi lainnya sejak masuk di lingkungan Lapas pada Oktober 2013. Di Lapas Sukamiskin sudah ada tradisi obrolan atau diskusi selepas Subuh sejak sebelum LHI datang, namun kehadiran LHI memberikan energi dan spirit baru bagi peserta obrolan Subuh ini. Para penghuni Lapas, yang disebut dengan istilah Warga Binaan (Warna), menyebut LHI dengan sebutan Kyai atau Ustadz.
Obrolan selepas Subuh berakhir sampai jam 06.00, sekitar satu jam. Semula hanya tempat kongkow yang kurang terarah dan terprogram. Namun begitu LHI hadir, obrolan itu berubah menjadi Majelis Subuh yang hangat dan terprogram. LHI rutin memberikan tausiyah dan dilanjutkan dengan tanya jawab tentang berbagai persoalan kehidupan. Ada sangat banyak tema dialog yang ditanyakan kepada LHI dan mampu dijawab dengan baik sehingga memberikan kenyamanan kepada para peserta diskusi.
Pesertanya adalah para warna Lapas Sukamiskin, rutin sekitar limapuluh orang. Menurut Andi Alfian Malarangeng, Mantan Menteri Pemuda dan Olah Raga di era Pemerintahan SBY yang juga salah seorang warna Sukamiskin, forum Subuh ini “secara konten sangat bagus karena bekal keagamaan LHI sangat luas dan dalam, serta dijelaskan dengan sangat jelas. Memberikan solusi tanpa harus menyampaikan sesuatu yang bersifat dogmatis”.
Kegiatan ini berlangsung di salah satu pojok lapas yang kerap disebut sebagai “Palang”. Godot Sukampret, salah seorang penghuni Lapas Sukamiskin, menuturkan bangunan Lapas yang indah dengan bentuk trapesium. Persilangan blok bertingkat antara bagian utara – selatan dan barat – timur, titik sentralnya secara kultural disebut sebagai “Palang”.
Menurut Godot, “Palang itu bagai panggung di Broadway yang tidak pernah berhenti dari pentas kehidupan maupun kreativitas”. Godot juga mencatat, Palang adalah “sebuah persinggungan antara ujung cinta yang memberontak dan ujung ikhlas yang tak memberontak”. Di sinilah –menurut Godot—tempat yang paling asyik untuk diskusi, ngobrol, catur, bermain musik bahkan kegiatan resmi penjara.
Usai forum Subuh, banyak peserta yang tidak puas dengan terbatasnya waktu, sehingga minta tambahan waktu untuk konsultasi atau bertanya secara pribadi kepada LHI. Diskusi mereka ini direkam dan sekarang sudah dibukukan dengan judul “Suatu Subuh di Sukamiskin: Catatan Persaudaraan Majlis Shalat Subuh Penghuni Lapas”. Buku setebal 182 halaman itu diterbitkan oleh DMN Publishing mendapatkan Kata Pengantar dari Ketua KPLP Sukamiskin, Heru Trisulistiono.
Mahfudi Husodo, salah seorang warna yang aktif merekam dan mencatat materi obrolan Subuh bersama LHI menceritakan, betapa antusias para warna terhadap forum itu. Beberapa orang meminta kepada dirinya untuk menyampaikan pertanyaan kepada LHI agar dijawab dalam Majelis Subuh keesokan harinya. Bahkan ada peserta Majelis Subuh yang beberapa hari tidak bisa hadir karena sakit, setelah sembuh langsung menemui Mahfudi untuk meminjam rekaman dan catatan karena tidak ingin ketinggalan tausiyah rutin LHI.
Menurut Prof. Rudi Rubiandini, mantan Wakil Menteri ESDM dan Ketua SKK Migas di zaman pemerintahan SBY, salah seorang Warna Sukamiskin, forum Subuh ini banyak memberikan solusi. “Hal-hal yang selama ini kita tidak kenal, bukan hanya masalah agama, tapi masalah kehidupan keseharian, dalam pengalaman yang mereka ceritakan, tidak perlu menanyakan, tapi pertanyaan itu ilmu baru bagi kita. Jadi dari segala sisi kita melihat. Di sini kita saling membuka hati, saling menyampaikan uneg-uneg, kalau ada solusi saling memberi solusi”.
LHI juga memiliki kebiasaan khas, selepas Subuh berkeliling mengunjungi warna Sukamiskin yang sedang sakit, atau mengirimkan sarapan kepada warna yang baru datang. LHI juga dikenal sebagai warna Sukamiskin yang paling banyak dikunjungi tamu dan terbiasa menjamu tamu dengan makanan ala penjara. Hal-hal sederhana seperti ini membuat LHI dikenal oleh seluruh penghuni Lapas Sukamiskin, dan dijadikan sebagai rujukan dalam berbagai urusan. (jogojagad)
Sumber: http://www.kompasiana.com/jogojagad/apa-yang-dilakukan-lhi-di-lapas-sukamiskin_568484cf4ef9fd1911629892
Berlian diletakkan dimanapun tetaplah berlian. Ungkapan ini bisa menggambarkan sosok gurunda ustadzuna Luthfi Hasan Ishaaq yang menjadikan penjara sebagai tempat menebar kebaikan.
Begitupan seperti ungkapan ulama Ibnu Taimiyah: “Apa yang dapat dilakukan oleh musuhku? Sesungguhnya surgaku ada di hatiku. Ke manapun aku pergi dia selalu bersamaku. Apabila aku dipenjara maka itu adalah khalwatku (tempat totalitas ibadah) dengan Allah, apabila aku dibunuh maka syahadah (kesyahidan) bagiku, dan apabila aku diusir maka itu merupakan syiyahah (perjalanan di jalan Allah).”
Berikut selengkapnya kiprah Ustadz alumni Gontor ini di penjara Sukamiskin Jawa Barat seperti dimuat di Kompasiana (31/12/2015:
Apa yang Dilakukan LHI di Lapas Sukamiskin?
Ingat kasus dugaan korupsi yang dituduhkan kepada Luthfi Hasan Ishaaq (LHI), mantan Presiden PKS, yang akhirnya menjebloskannya ke dalam penjara? Bagaimana kabar LHI saat ini setelah masuk “pesantren” Sukamiskin Bandung?
Setelah divonis, LHI dimasukkan ke dalam Lapas Kelas I Sukamiskin di tahun 2013. Lapas yang beralamat di Jl. AH Nasution no 114 Bandung itu menempati lahan berupa tanah dan bangunan seluas 54.730 m2 dengan daya tampung 522 tahanan. Banyak tahanan kasus korupsi yang berada di lapas ini, seperti Rudi Rubiandini, Anas Urbaningrum, Andi Malarangeng dan lain sebagainya.
Berbeda dengan politisi lainnya, LHI yang berlatar belakang aktivis dakwah langsung giat melakukan kegiatan spiritual bersama para napi lainnya sejak masuk di lingkungan Lapas pada Oktober 2013. Di Lapas Sukamiskin sudah ada tradisi obrolan atau diskusi selepas Subuh sejak sebelum LHI datang, namun kehadiran LHI memberikan energi dan spirit baru bagi peserta obrolan Subuh ini. Para penghuni Lapas, yang disebut dengan istilah Warga Binaan (Warna), menyebut LHI dengan sebutan Kyai atau Ustadz.
Obrolan selepas Subuh berakhir sampai jam 06.00, sekitar satu jam. Semula hanya tempat kongkow yang kurang terarah dan terprogram. Namun begitu LHI hadir, obrolan itu berubah menjadi Majelis Subuh yang hangat dan terprogram. LHI rutin memberikan tausiyah dan dilanjutkan dengan tanya jawab tentang berbagai persoalan kehidupan. Ada sangat banyak tema dialog yang ditanyakan kepada LHI dan mampu dijawab dengan baik sehingga memberikan kenyamanan kepada para peserta diskusi.
Pesertanya adalah para warna Lapas Sukamiskin, rutin sekitar limapuluh orang. Menurut Andi Alfian Malarangeng, Mantan Menteri Pemuda dan Olah Raga di era Pemerintahan SBY yang juga salah seorang warna Sukamiskin, forum Subuh ini “secara konten sangat bagus karena bekal keagamaan LHI sangat luas dan dalam, serta dijelaskan dengan sangat jelas. Memberikan solusi tanpa harus menyampaikan sesuatu yang bersifat dogmatis”.
Kegiatan ini berlangsung di salah satu pojok lapas yang kerap disebut sebagai “Palang”. Godot Sukampret, salah seorang penghuni Lapas Sukamiskin, menuturkan bangunan Lapas yang indah dengan bentuk trapesium. Persilangan blok bertingkat antara bagian utara – selatan dan barat – timur, titik sentralnya secara kultural disebut sebagai “Palang”.
Menurut Godot, “Palang itu bagai panggung di Broadway yang tidak pernah berhenti dari pentas kehidupan maupun kreativitas”. Godot juga mencatat, Palang adalah “sebuah persinggungan antara ujung cinta yang memberontak dan ujung ikhlas yang tak memberontak”. Di sinilah –menurut Godot—tempat yang paling asyik untuk diskusi, ngobrol, catur, bermain musik bahkan kegiatan resmi penjara.
Usai forum Subuh, banyak peserta yang tidak puas dengan terbatasnya waktu, sehingga minta tambahan waktu untuk konsultasi atau bertanya secara pribadi kepada LHI. Diskusi mereka ini direkam dan sekarang sudah dibukukan dengan judul “Suatu Subuh di Sukamiskin: Catatan Persaudaraan Majlis Shalat Subuh Penghuni Lapas”. Buku setebal 182 halaman itu diterbitkan oleh DMN Publishing mendapatkan Kata Pengantar dari Ketua KPLP Sukamiskin, Heru Trisulistiono.
Mahfudi Husodo, salah seorang warna yang aktif merekam dan mencatat materi obrolan Subuh bersama LHI menceritakan, betapa antusias para warna terhadap forum itu. Beberapa orang meminta kepada dirinya untuk menyampaikan pertanyaan kepada LHI agar dijawab dalam Majelis Subuh keesokan harinya. Bahkan ada peserta Majelis Subuh yang beberapa hari tidak bisa hadir karena sakit, setelah sembuh langsung menemui Mahfudi untuk meminjam rekaman dan catatan karena tidak ingin ketinggalan tausiyah rutin LHI.
Menurut Prof. Rudi Rubiandini, mantan Wakil Menteri ESDM dan Ketua SKK Migas di zaman pemerintahan SBY, salah seorang Warna Sukamiskin, forum Subuh ini banyak memberikan solusi. “Hal-hal yang selama ini kita tidak kenal, bukan hanya masalah agama, tapi masalah kehidupan keseharian, dalam pengalaman yang mereka ceritakan, tidak perlu menanyakan, tapi pertanyaan itu ilmu baru bagi kita. Jadi dari segala sisi kita melihat. Di sini kita saling membuka hati, saling menyampaikan uneg-uneg, kalau ada solusi saling memberi solusi”.
LHI juga memiliki kebiasaan khas, selepas Subuh berkeliling mengunjungi warna Sukamiskin yang sedang sakit, atau mengirimkan sarapan kepada warna yang baru datang. LHI juga dikenal sebagai warna Sukamiskin yang paling banyak dikunjungi tamu dan terbiasa menjamu tamu dengan makanan ala penjara. Hal-hal sederhana seperti ini membuat LHI dikenal oleh seluruh penghuni Lapas Sukamiskin, dan dijadikan sebagai rujukan dalam berbagai urusan. (jogojagad)
Sumber: http://www.kompasiana.com/jogojagad/apa-yang-dilakukan-lhi-di-lapas-sukamiskin_568484cf4ef9fd1911629892