Senin, 07 September 2015
Oleh: Ubedilah Badrun
Pengamat Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta
Terpilihnya Mohamad Sohibul Iman menjadi Presiden PKS pada awal Agustus lalu sempat menghentakkan Jaringan Islam Liberal (JIL). Dengan cepat Ulil Abshor Abdala, sang pentolan JIL, merespon melalui media sosial Twitter. Selain mengucapkan selamat, ia juga berharap agar PKS di bawah kepemimpinan Sohibul Iman aka semakin menjadi partai terbuka.
Ulil juga sedikit menganalisis dengan kesimpulan PKS telah mengalami liberalisasi internal. Ia hanya menyebut ciri-ciri perubahan simbolik pada aktivis PKS. Diantaranya seperti elite-elite PKS yang sudah jarang berjenggot dan jarang bercelana cingkrang. Rasanya ini sebuah kesimpulan yang simplifikatif.
Latar belakang Sohibul Iman sebagai mantan Rektor Universitas Paramadina juga sempat dikaitkan oleh media JIL (Islamlib.com). Fakta tersebut dinilai sebagai indirect influence secara kultural dari gerakan JIL yang mengusung cara pandang baru dalam memahami Islam. Terpilihnya Sohibul Iman memang direspon positif oleh berbagai kalangan termasuk JIL. Tentunya hal ini tidak serta merta mengaitkan Kang Iman beraliran Islam liberal.
Penulis mencermati respon positif publik terhadap sosok Sohihul Iman lebih karena performa yang sederhana, intelek, santun, dan memiliki jaringan yang luas. Sebuah berkah tersendiri untuk partai yang berlimpah kaum intelektual.
Tulisan ini tidak hendak membantah atau mendangkalkan kesimpulan JIL tentang sosok Sohibul Iman (Kang Iman) karena memang pandangan Ulil dan JIL kurang utuh, bahkan cenderung simplifikasi simbolik. Melalui tulisan ini, penulis mencoba mengurai arah pemikiran Kang Iman dari gagasan gagasannya atau ide-idenya yang terpublikasi di banyak media.
Dengan cara itu penulis meyakini ada semacam otentisitas karena dari gagasan yang terungkap kita bisa lebih mengenali sang tokoh secara lebih otentik.
Tiga Pemikiran Kang Iman
Belum genap sebulan sebagai Presiden PKS, penulis mengamati ada tiga pemikiran penting Kang Iman yang terlontar ke publik. Penulis menyebutnya pemikiran negarawan. Habitus pemikiran negarawan Kang Iman berbasis pada pemikiran Islam otentik dan kerangka kenegaraan yang progresif (maju). Tiga pemikiran Kang Iman tersebut penulis urai di bawah ini.
Pertama, pemikiran untuk mengokohkan nilai dan prinsip partai (purifikasi). Pengokohan nilai dan prinsip Islam dalam berpartai ini dalam khazanah pemikiran Islam sering disebut Purifikasi Islam atau pemurnian Islam dalam konteks berpolitik. Menariknya, pemikiran Kang Iman tentang Purifikasi ini dikontekstualisasikan dalam kehidupan kenegaraan.
Dalam analisis media yang penulis lakukan ditemukan pemikiran purifikasi ini bahwa posisioning PKS tetap sebagai partai dakwah dan partai kader. Dengan posisi itu diharapkan PKS mampu berkontribusi secara optimal untuk masyarakat dan bangsa.
Kalimat ini menempatkan spirit Islam politik (partai kader dan partai dakwah) yang tidak ditinggalkan sekaligus dibingkai dengan tujuan memberi kontribusi untuk bangsa. Ini juga menunjukkan ada orientasi untuk kemajuan bangsa. (Kompas.com/11/8/2015).
Kedua, pemikiran tentang pentingnya kebersamaan (menghargai pluralitas). Kang Iman meyakini sebuah partai atau sebuah bangsa isinya beragam manusia. Ini adalah realitas yang tidak bisa dihindari. Kematangan berfikir Kang Iman yang menghargai keragaman patut diapresiasi. Dalam khazanah pemikiran Islam kontemporer ini sering disebut pemikiran pluralisme. Kang Iman tentu bukan penganut pluralisme tetapi ia adalah intelektual muslim yang menghargai pluralitas.
Temuan penulis menunjukan cara pandang Kang Iman tentang keberagaman seperti pada pernyataan Kang Iman berikut ini: "Islam mengajarkan menghargai keragaman. Kalau karena mengamalkan spirit keberagaman lalu saya disebut pluralis, maka saya adalah seorang pluralis berkarakter, bukan pluralis pragmatis" (wawancara penulis, 3/9/15).
Dalam khazanah Islam, pluralis berkarakter itu ada pada filosofi "Yakhtalitun walakin yatamayyazun". Makna filosofisnya adalah berbaur tetapi tidak larut. Kebersamaan dipahami sebagai keniscayaan tanpa harus kehilangan identitasnya. Sikap Kang Iman menerima menjadi Rektor Universitas Paramadina dan menghadiri ulang tahun Kompas dalam dua tahun berturut-turut, dan berbagai aktivitas dengan beragam suku bangsa adalah perilaku seorang pluralis berkarakter yang Kang Iman tunjukkan.
Dalam konteks kenegaraan pemikiran pentingnya kebersamaan juga nampak dari 15 solusi krisis yang digagas Kang Iman untuk Indonesia saat ini. Meski posisi PKS di luar pemerintahan namun Kang Iman sebagai Presiden PKS mau berbagi ide untuk pemerintah. Ini artinya Kang Iman mengutamakan kebersamaan sebagai sebuah bangsa (Republika.co.id, 29/8/2015).
Ketiga, pemikiran tentang partai politik Islam modern. Dalam khazanah pemikiran Islam, pemikiran detail tentang partai politik berarti meniscayakan dua hal penting, yakni sikap pro demokrasi dan pemikiran politik Islam yang modern. Penulis mencermati tradisi intelektual Kang Iman bukan tradisi yang anti demokrasi, tetapi justru intelektual muslim yang pro demokrasi.
Dalam konteks partai politik Islam Kang Iman sangat intens fokus pada pentingnya partai Islam modern, dan PKS akan dijadikanya sebagai contoh partai Islam modern. Dalam analisis media penulis menemukan pernyataan Kang Iman tentang pentingnya partai politik Islam modern dengan mengingatkan agar partai politik memperbaiki fungsinya.
Diantaranya ketika Kang Iman menjelaskan fungsi partai sebagai agregasi ideologi. Bahwa kehadiran partai politik tidak bisa lepas dari ideologi yang dibawanya. Berbagai pemikiran yang ada dalam partai politik dirumuskan dalam satu ideologi yang utuh. Ideologi partai itulah yang dipegang teguh dan menjadi orientasi seluruh aktivisnya.
Partai ini hadir karena membawa ideologi besar yang sudah jelas. Partai sebagai institusi politik yang lahir dari rahim republik ini tidak menafikan ideologi bangsa besar ini yaitu Pancasila. Bahwa seluruh partai harus menjadikan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara ini dan menjadikanya sebagai rujukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
PKS memiliki ideologi partai yang jelas dengan basis Islam yang jelas untuk memberi manfaat bagi seluruh anak bangsa, dalam literatur politik islam disebut rahmatam lil 'alamiin atau menjadi rahmat bagi seluruh alam (Tribunnews.com,23/8/2015).
Penulis juga menemukan arah pemikiran politik Islam modern Kang Iman pada upayanya untuk memperbaiki pengelolaan manajemen partai, meningkatkan kualitas manajemen partai menuju partai modern dan profesional (hallobogor.com 22/8/2015).
Tiga pemikiran Kang Iman tentang Purifikasi Islam dalam partai politik, Pluralis Berkarakter, dan Partai Islam modern, jauh lebih terlihat autentitasnya di banding interpretasi JIL tentang liberalisasi internal PKS, sekularisasi, dan pluralisme. Pemikiran Purifikasi Islam dalam partai politik, Pluralis Berkarakter, dan Partai Islam modern menunjukan bahwa Kang Iman memiliki autentisitas gagasannya sendiri.
Tiga pemikiran di atas seolah mau membalikan tesis Nurcholis Majid (Rektor pendahulunya di Universitas Paranadina) tentang " Islam yes, Partai Islam no" menjadi "Islam yes dan Partai Islam yes". Berpolitik tanpa harus kehilangan identitasnya sebagai muslim intelektual. Menerima demokrasi tanpa harus kehilangan jati dirinya sebagai muslim dan sebagai Indonesia. Semoga.[]
Sumber: Republika Online (7/9/2015)
Pengamat Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta
Terpilihnya Mohamad Sohibul Iman menjadi Presiden PKS pada awal Agustus lalu sempat menghentakkan Jaringan Islam Liberal (JIL). Dengan cepat Ulil Abshor Abdala, sang pentolan JIL, merespon melalui media sosial Twitter. Selain mengucapkan selamat, ia juga berharap agar PKS di bawah kepemimpinan Sohibul Iman aka semakin menjadi partai terbuka.
Ulil juga sedikit menganalisis dengan kesimpulan PKS telah mengalami liberalisasi internal. Ia hanya menyebut ciri-ciri perubahan simbolik pada aktivis PKS. Diantaranya seperti elite-elite PKS yang sudah jarang berjenggot dan jarang bercelana cingkrang. Rasanya ini sebuah kesimpulan yang simplifikatif.
Latar belakang Sohibul Iman sebagai mantan Rektor Universitas Paramadina juga sempat dikaitkan oleh media JIL (Islamlib.com). Fakta tersebut dinilai sebagai indirect influence secara kultural dari gerakan JIL yang mengusung cara pandang baru dalam memahami Islam. Terpilihnya Sohibul Iman memang direspon positif oleh berbagai kalangan termasuk JIL. Tentunya hal ini tidak serta merta mengaitkan Kang Iman beraliran Islam liberal.
Penulis mencermati respon positif publik terhadap sosok Sohihul Iman lebih karena performa yang sederhana, intelek, santun, dan memiliki jaringan yang luas. Sebuah berkah tersendiri untuk partai yang berlimpah kaum intelektual.
Tulisan ini tidak hendak membantah atau mendangkalkan kesimpulan JIL tentang sosok Sohibul Iman (Kang Iman) karena memang pandangan Ulil dan JIL kurang utuh, bahkan cenderung simplifikasi simbolik. Melalui tulisan ini, penulis mencoba mengurai arah pemikiran Kang Iman dari gagasan gagasannya atau ide-idenya yang terpublikasi di banyak media.
Dengan cara itu penulis meyakini ada semacam otentisitas karena dari gagasan yang terungkap kita bisa lebih mengenali sang tokoh secara lebih otentik.
Tiga Pemikiran Kang Iman
Belum genap sebulan sebagai Presiden PKS, penulis mengamati ada tiga pemikiran penting Kang Iman yang terlontar ke publik. Penulis menyebutnya pemikiran negarawan. Habitus pemikiran negarawan Kang Iman berbasis pada pemikiran Islam otentik dan kerangka kenegaraan yang progresif (maju). Tiga pemikiran Kang Iman tersebut penulis urai di bawah ini.
Pertama, pemikiran untuk mengokohkan nilai dan prinsip partai (purifikasi). Pengokohan nilai dan prinsip Islam dalam berpartai ini dalam khazanah pemikiran Islam sering disebut Purifikasi Islam atau pemurnian Islam dalam konteks berpolitik. Menariknya, pemikiran Kang Iman tentang Purifikasi ini dikontekstualisasikan dalam kehidupan kenegaraan.
Dalam analisis media yang penulis lakukan ditemukan pemikiran purifikasi ini bahwa posisioning PKS tetap sebagai partai dakwah dan partai kader. Dengan posisi itu diharapkan PKS mampu berkontribusi secara optimal untuk masyarakat dan bangsa.
Kalimat ini menempatkan spirit Islam politik (partai kader dan partai dakwah) yang tidak ditinggalkan sekaligus dibingkai dengan tujuan memberi kontribusi untuk bangsa. Ini juga menunjukkan ada orientasi untuk kemajuan bangsa. (Kompas.com/11/8/2015).
Kedua, pemikiran tentang pentingnya kebersamaan (menghargai pluralitas). Kang Iman meyakini sebuah partai atau sebuah bangsa isinya beragam manusia. Ini adalah realitas yang tidak bisa dihindari. Kematangan berfikir Kang Iman yang menghargai keragaman patut diapresiasi. Dalam khazanah pemikiran Islam kontemporer ini sering disebut pemikiran pluralisme. Kang Iman tentu bukan penganut pluralisme tetapi ia adalah intelektual muslim yang menghargai pluralitas.
Temuan penulis menunjukan cara pandang Kang Iman tentang keberagaman seperti pada pernyataan Kang Iman berikut ini: "Islam mengajarkan menghargai keragaman. Kalau karena mengamalkan spirit keberagaman lalu saya disebut pluralis, maka saya adalah seorang pluralis berkarakter, bukan pluralis pragmatis" (wawancara penulis, 3/9/15).
Dalam khazanah Islam, pluralis berkarakter itu ada pada filosofi "Yakhtalitun walakin yatamayyazun". Makna filosofisnya adalah berbaur tetapi tidak larut. Kebersamaan dipahami sebagai keniscayaan tanpa harus kehilangan identitasnya. Sikap Kang Iman menerima menjadi Rektor Universitas Paramadina dan menghadiri ulang tahun Kompas dalam dua tahun berturut-turut, dan berbagai aktivitas dengan beragam suku bangsa adalah perilaku seorang pluralis berkarakter yang Kang Iman tunjukkan.
Dalam konteks kenegaraan pemikiran pentingnya kebersamaan juga nampak dari 15 solusi krisis yang digagas Kang Iman untuk Indonesia saat ini. Meski posisi PKS di luar pemerintahan namun Kang Iman sebagai Presiden PKS mau berbagi ide untuk pemerintah. Ini artinya Kang Iman mengutamakan kebersamaan sebagai sebuah bangsa (Republika.co.id, 29/8/2015).
Ketiga, pemikiran tentang partai politik Islam modern. Dalam khazanah pemikiran Islam, pemikiran detail tentang partai politik berarti meniscayakan dua hal penting, yakni sikap pro demokrasi dan pemikiran politik Islam yang modern. Penulis mencermati tradisi intelektual Kang Iman bukan tradisi yang anti demokrasi, tetapi justru intelektual muslim yang pro demokrasi.
Dalam konteks partai politik Islam Kang Iman sangat intens fokus pada pentingnya partai Islam modern, dan PKS akan dijadikanya sebagai contoh partai Islam modern. Dalam analisis media penulis menemukan pernyataan Kang Iman tentang pentingnya partai politik Islam modern dengan mengingatkan agar partai politik memperbaiki fungsinya.
Diantaranya ketika Kang Iman menjelaskan fungsi partai sebagai agregasi ideologi. Bahwa kehadiran partai politik tidak bisa lepas dari ideologi yang dibawanya. Berbagai pemikiran yang ada dalam partai politik dirumuskan dalam satu ideologi yang utuh. Ideologi partai itulah yang dipegang teguh dan menjadi orientasi seluruh aktivisnya.
Partai ini hadir karena membawa ideologi besar yang sudah jelas. Partai sebagai institusi politik yang lahir dari rahim republik ini tidak menafikan ideologi bangsa besar ini yaitu Pancasila. Bahwa seluruh partai harus menjadikan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara ini dan menjadikanya sebagai rujukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
PKS memiliki ideologi partai yang jelas dengan basis Islam yang jelas untuk memberi manfaat bagi seluruh anak bangsa, dalam literatur politik islam disebut rahmatam lil 'alamiin atau menjadi rahmat bagi seluruh alam (Tribunnews.com,23/8/2015).
Penulis juga menemukan arah pemikiran politik Islam modern Kang Iman pada upayanya untuk memperbaiki pengelolaan manajemen partai, meningkatkan kualitas manajemen partai menuju partai modern dan profesional (hallobogor.com 22/8/2015).
Tiga pemikiran Kang Iman tentang Purifikasi Islam dalam partai politik, Pluralis Berkarakter, dan Partai Islam modern, jauh lebih terlihat autentitasnya di banding interpretasi JIL tentang liberalisasi internal PKS, sekularisasi, dan pluralisme. Pemikiran Purifikasi Islam dalam partai politik, Pluralis Berkarakter, dan Partai Islam modern menunjukan bahwa Kang Iman memiliki autentisitas gagasannya sendiri.
Tiga pemikiran di atas seolah mau membalikan tesis Nurcholis Majid (Rektor pendahulunya di Universitas Paranadina) tentang " Islam yes, Partai Islam no" menjadi "Islam yes dan Partai Islam yes". Berpolitik tanpa harus kehilangan identitasnya sebagai muslim intelektual. Menerima demokrasi tanpa harus kehilangan jati dirinya sebagai muslim dan sebagai Indonesia. Semoga.[]
Sumber: Republika Online (7/9/2015)