Pengungsi Syiria dan Prospek Islamisasi Eropa


By: Nandang Burhanudin

Saya cukup lama mengenal rakyat Syiria. Pernah 3 bulan hidup di daeran Manbaj, 30 km dari Provinsi Aleppo (Halab). Bergaul dengan warga desa Syiria yang ramah, santun, dan menyenangkan. Saya sempat tidur beratapkan langit. Ahmad, teman saya dan Musthafa warga yang tinggal dekat dengan Masjid Agung Aleppo benar-benar mengajarkan, apa itu kesantunan.

Ya. Rakyat Syiria memiliki budaya berbeda dengan bangsa Arab kebanyakan. Mereka adalah rakyat yang memiliki high quality dan high performance. Tengoklah jenis makanan dan pakaian mereka. Juga tengoklah kualitas cetakan buku atau kerajinan tangan, yang sangat menakjubkan.

Pengungsi Syiria jika diberi kesempatan. Saya bisa yakin, mereka akan sukses di negara tempat mereka berhijrah. Bisnis yang akan mereka geluti rata-rata berkisar:

1. Bisnis kuliner. Hampir rata-rata orang Syiria memiliki kemampuan membuat roti berkualitas tinggi. Tentu dengan sajian-sajian menu yang fantastis dan maknyuuss. Mereka biasanya menjadi pekerja terlebih dahulu. Lalu berbagai saham dengan penduduk asli di negara kedua.

2. Bisnis pakaian, sepatu, dan asesoris. Baju muslim made in Syiria, bisa merajai Eropa di kemudian hari. Mereka paham selera orang Pakistan, India, Indonesia, Turkey, Arab.

3. Pernikahan. Wajah-wajah cantik wanita Syiria nan santun, juga wajah-wajah ganteng pria Syiria yang sopan, dapat menarik minat bangsa Eropa saat ini yang tengah dilanda "ketidakpastian masa depan". Hal ini akan memudahkan Muslim Syiria untuk melakukan Islamisasi, tanpa perlu serangan senjata.

4. Pendidikan. Rakyat Syiria benar-benar diasuh para ulama dengan kualitas dunia. Pasti akan banyak murid-murid alim ulama yang kini bernasib menjadi pengungsi. Sama halnya dengan pengungsi Palestina di beberapa negara Eropa, bisnis sekolah atau pendidikan menjadi hal yang akan menarik dilakukan.

Keempat fakta inilah yang saya temukan di Australia. Walau tentunya, tak semua rakyat Syiria memiliki kualitas brilian. Malah di antara mereka kini ada yang berpindah agama. Namun mereka tak perlu disalahkan. Sebab 1.5 milyar Muslim dunia, tak mampu menyelamatkan nasib mereka.

Sama dengan penyesalan saya saat ini. Sejak 1998 itulah, kontak kami terputus. Buku agenda yang memuat alamat dan nomor kontak mereka, entah keselip ada dimana. Apakah Ahmad dan Mustafa ini masih hidup atau sudah tiada. Saya hingga kini selalu merasa berdosa.[]