Jumat, 11 September 2015 06:36
Merdeka.com - AH, seorang istri di Makassar terpergok
selingkuh. Saat digerebek sang suami, AH tak berbusana sama sekali.
Suami AH yang dipanggil Pak Haji heran istrinya bisa berbuat senista
itu. Padahal selama ini suaminya mengaku sudah memberikan nafkah lebih
dari cukup untuk AH.
Ternyata bagi seorang wanita, nafkah berlebih saja tidak cukup. Kasus perselingkuhan seperti ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Sejak dulu banyak istri melakukan hal ini. Bahkan ada yang jadi penjaja cinta alias pekerja seks komersial sekadar cari sensasi.
Tahun 1970-an, Wartawati Sinar Harapan Yuyu AN Krisna melakukan liputan mendalam soal prostitusi di Jakarta. Karya Yuyu ini kemudian diterbitkan dengan judul Remang-remang Jakarta oleh penerbit Sinar Harapan tahun 1979. Buku ini kemudian diangkat menjadi film dengan judul sama.
Nah, di salah satu tempat bordil kelas atas, Yuyu menemukan beberapa wanita yang ternyata masih berstatus sebagai ibu rumah tangga atau memiliki suami. Anehnya lagi, mereka bukanlah orang miskin. Suami mereka rata-rata adalah pengusaha cukup sukses. Ada juga yang PNS dengan golongan cukup lumayan.
"Saya bosan di rumah. Saya hobi jalan dan berdagang barang antik. Dari sana saya berdagang 'barang antik yang lain'. Toh hampir tak ada risikonya. Suami saya tidak tahu apa yang saya kerjakan," kata Nyonya T kepada Yuyu.
Nyonya T mengaku tak ada masalah dalam rumah tangganya. Kehidupan ekonominya cukup, anak-anaknya pun tumbuh dengan baik. Dia cuma ingin cari sensasi.
"Saya cuma ingin variasi dalam hidup ini," katanya soal pekerjaan sampingan yang tak lazim itu.
Yuyu mengaku pikirannya langsung kosong mendengar kesaksian Ibu T ini. Dia berpikir kehidupan wanita setengah baya itu sudah sangat sempurna. Untuk apa dia menjual diri? Kelainan seks? Seks maniak? Penyakit jiwa atau apa?
Ternyata T pun bukan satu-satunya. Di tempat lain Yuyu menemukan banyak kasus serupa. Bahkan ada istri pejabat pariwisata yang bisa dibooking.
Tarif untuk Ibu Rumah Tangga seperti ini lumayan tinggi saat itu. Jika PSK pinggir jalan pasang tarif Rp 3.000 maka untuk membooking ibu-ibu ini bisa di atas Rp 50.000. Namun mereka pun memilih tamunya. Tak asal bayar bisa main.
Entah apa yang ada di benak para wanita tersebut.
Baca juga:
Cerita sepasang mahasiswa jadi germo artis & model termasuk Anggita
Usai mesum, pria hidung belang ini berulang kali larikan harta PSK
Germo penjual artis Anggita Sari ternyata mahasiswi & punya 83 PSK
Tak ada bukti, artis AS sulit diproses hukum kasus narkoba
Ternyata bagi seorang wanita, nafkah berlebih saja tidak cukup. Kasus perselingkuhan seperti ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Sejak dulu banyak istri melakukan hal ini. Bahkan ada yang jadi penjaja cinta alias pekerja seks komersial sekadar cari sensasi.
Tahun 1970-an, Wartawati Sinar Harapan Yuyu AN Krisna melakukan liputan mendalam soal prostitusi di Jakarta. Karya Yuyu ini kemudian diterbitkan dengan judul Remang-remang Jakarta oleh penerbit Sinar Harapan tahun 1979. Buku ini kemudian diangkat menjadi film dengan judul sama.
Nah, di salah satu tempat bordil kelas atas, Yuyu menemukan beberapa wanita yang ternyata masih berstatus sebagai ibu rumah tangga atau memiliki suami. Anehnya lagi, mereka bukanlah orang miskin. Suami mereka rata-rata adalah pengusaha cukup sukses. Ada juga yang PNS dengan golongan cukup lumayan.
"Saya bosan di rumah. Saya hobi jalan dan berdagang barang antik. Dari sana saya berdagang 'barang antik yang lain'. Toh hampir tak ada risikonya. Suami saya tidak tahu apa yang saya kerjakan," kata Nyonya T kepada Yuyu.
Nyonya T mengaku tak ada masalah dalam rumah tangganya. Kehidupan ekonominya cukup, anak-anaknya pun tumbuh dengan baik. Dia cuma ingin cari sensasi.
"Saya cuma ingin variasi dalam hidup ini," katanya soal pekerjaan sampingan yang tak lazim itu.
Yuyu mengaku pikirannya langsung kosong mendengar kesaksian Ibu T ini. Dia berpikir kehidupan wanita setengah baya itu sudah sangat sempurna. Untuk apa dia menjual diri? Kelainan seks? Seks maniak? Penyakit jiwa atau apa?
Ternyata T pun bukan satu-satunya. Di tempat lain Yuyu menemukan banyak kasus serupa. Bahkan ada istri pejabat pariwisata yang bisa dibooking.
Tarif untuk Ibu Rumah Tangga seperti ini lumayan tinggi saat itu. Jika PSK pinggir jalan pasang tarif Rp 3.000 maka untuk membooking ibu-ibu ini bisa di atas Rp 50.000. Namun mereka pun memilih tamunya. Tak asal bayar bisa main.
Entah apa yang ada di benak para wanita tersebut.
Baca juga:
Cerita sepasang mahasiswa jadi germo artis & model termasuk Anggita
Usai mesum, pria hidung belang ini berulang kali larikan harta PSK
Germo penjual artis Anggita Sari ternyata mahasiswi & punya 83 PSK
Tak ada bukti, artis AS sulit diproses hukum kasus narkoba
[ian]