Kamis, 10 September 2015 07:45
Merdeka.com - Layanan ojek online saat ini sedang berada di atas angin, karena eksistensinya sangat diminati oleh masyarakat. Namun, ternyata privasi dan data pelanggan dalam layanan ini sama sekali tidak terjamin kerahasiaannya, oleh operator penyelenggara atau bahkan pemilik aplikasinya.
Hal ini membuat data para pelanggan itu kerap disalahgunakan oleh sejumlah oknum pengendara. Beberapa di antaranya ada yang diteror si pengendara (driver) ojek online, karena si pelanggan memberikan testimoni buruk atas layanannya. Bahkan, beberapa di antaranya juga ada yang nekat merayu bekas pelanggannya, dengan meng-sms bernada menggoda.
Terkait kerahasiaan data dan privasi para pelanggan ojek online ini, Direktur Eksekutif Indonesia Information and Communication Technology Institute, Heru Sutadi mengatakan, seharusnya penyedia layanan dan aplikasi online ini bisa mengakomodir kepentingan para pelanggannya, untuk menjaga kerahasiaan data mereka dalam database.
Menurutnya, fitur dalam aplikasi layanan mereka ataupun mekanisme pemesanan antara pelanggan dan driver nya, bisa merahasiakan data seperti nomor telepon, alamat rumah, atau bahkan data krusial lainnya. Kemudian, sebaiknya diberikan juga pilihan menu, apakah pelanggan yang hendak memberikan testimoni atas layanan mereka, bisa mempublikasikan identitasnya atau tidak.
"Jadi data itu kan tidak semuanya boleh di share. Mungkin kalau nama atau ID nya saja iya boleh, tapi kan harus diberikan pilihan juga, apakah orang boleh memberikan testimoni atas sebuah layanan, tanpa membuka atau memperlihatkan data pribadinya seperti nomor telepon atau alamat," ujar Heru saat dihubungi merdeka.com, Rabu (9/9).
Heru juga menegaskan, data pelanggan merupakan hal yang hanya boleh diketahui oleh operator dari penyedia jasa aplikasi tersebut, dan seharusnya tidak mudah diakses oleh siapapun. Sebab, hal ini merupakan sesuatu yang sangat sensitif untuk sebagian orang, agar tak mudah diganggu oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab.
"Penyedia aplikasinya saja yang boleh tahu, karena mereka memegang database pengguna. Tapi kalau pengendara (driver)nya enggak usah tahu data pelanggannya," .
"Penyelenggara (pemilik aplikasi) harus menjaga privasi si pengguna atau pelanggannya. Sebab bisa saja terjadi teror atau sms yang mengganggu atau menggoda pelanggan. Apalagi misalnya ada pihak ketiga yang ingin melacak si pelanggan, kan bisa jadi bahaya. Makanya, data pelanggannya harus dijaga banget oleh pihak penyelenggaranya."
Baca juga:
Waspada, privasi pelanggan ojek online bisa disalahgunakan
Geram teman dipukul, ratusan pengojek Go-Jek datangi pangkalan ojek
Setelah larang Taksi Uber, bagaimana sikap Ridwan Kamil soal GO-Jek?
Kapolda Metro: Taksi Uber lebih banyak melanggar ketimbang Go-Jek
Soal ojek aplikasi, Ahok bilang 'kalau keberatan ya gugat saja'
Merdeka.com - Layanan ojek online saat ini sedang berada di atas angin, karena eksistensinya sangat diminati oleh masyarakat. Namun, ternyata privasi dan data pelanggan dalam layanan ini sama sekali tidak terjamin kerahasiaannya, oleh operator penyelenggara atau bahkan pemilik aplikasinya.
Hal ini membuat data para pelanggan itu kerap disalahgunakan oleh sejumlah oknum pengendara. Beberapa di antaranya ada yang diteror si pengendara (driver) ojek online, karena si pelanggan memberikan testimoni buruk atas layanannya. Bahkan, beberapa di antaranya juga ada yang nekat merayu bekas pelanggannya, dengan meng-sms bernada menggoda.
Terkait kerahasiaan data dan privasi para pelanggan ojek online ini, Direktur Eksekutif Indonesia Information and Communication Technology Institute, Heru Sutadi mengatakan, seharusnya penyedia layanan dan aplikasi online ini bisa mengakomodir kepentingan para pelanggannya, untuk menjaga kerahasiaan data mereka dalam database.
Menurutnya, fitur dalam aplikasi layanan mereka ataupun mekanisme pemesanan antara pelanggan dan driver nya, bisa merahasiakan data seperti nomor telepon, alamat rumah, atau bahkan data krusial lainnya. Kemudian, sebaiknya diberikan juga pilihan menu, apakah pelanggan yang hendak memberikan testimoni atas layanan mereka, bisa mempublikasikan identitasnya atau tidak.
"Jadi data itu kan tidak semuanya boleh di share. Mungkin kalau nama atau ID nya saja iya boleh, tapi kan harus diberikan pilihan juga, apakah orang boleh memberikan testimoni atas sebuah layanan, tanpa membuka atau memperlihatkan data pribadinya seperti nomor telepon atau alamat," ujar Heru saat dihubungi merdeka.com, Rabu (9/9).
Heru juga menegaskan, data pelanggan merupakan hal yang hanya boleh diketahui oleh operator dari penyedia jasa aplikasi tersebut, dan seharusnya tidak mudah diakses oleh siapapun. Sebab, hal ini merupakan sesuatu yang sangat sensitif untuk sebagian orang, agar tak mudah diganggu oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab.
"Penyedia aplikasinya saja yang boleh tahu, karena mereka memegang database pengguna. Tapi kalau pengendara (driver)nya enggak usah tahu data pelanggannya," .
"Penyelenggara (pemilik aplikasi) harus menjaga privasi si pengguna atau pelanggannya. Sebab bisa saja terjadi teror atau sms yang mengganggu atau menggoda pelanggan. Apalagi misalnya ada pihak ketiga yang ingin melacak si pelanggan, kan bisa jadi bahaya. Makanya, data pelanggannya harus dijaga banget oleh pihak penyelenggaranya."
Baca juga:
Waspada, privasi pelanggan ojek online bisa disalahgunakan
Geram teman dipukul, ratusan pengojek Go-Jek datangi pangkalan ojek
Setelah larang Taksi Uber, bagaimana sikap Ridwan Kamil soal GO-Jek?
Kapolda Metro: Taksi Uber lebih banyak melanggar ketimbang Go-Jek
Soal ojek aplikasi, Ahok bilang 'kalau keberatan ya gugat saja'
[tyo]