Antara Jilbab Ibu Negara Turki dan Ibu Negara Indonesia

Indonesian President Joko Widodo (R2) and Iriana Widodo (R) welcome Turkish President Recep Tayyip Erdogan (L2) and his wife Emine Erdogan (L) at the presidential palace in Jakarta, Indonesia on July 31, 2015. (foto:Anadolu Agency)

Oleh: Ishmah Rafidatuddini*

Kolumnis Ikhwanul Kiram Mashuri, dalam opininya di koran Republika, mengisahkan perjuangan Recep Tayyip Erdogan yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri Turki memperjuangkan kebebaasan berjilbab di negeri bekas Khilafah Islam itu.

Recep Tayyib Erdogan atau lebih tepatnya Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) membutuhkan waktu hingga 10 tahun guna mengubah undang-undang yang melarang jilbab masuk ke institusi negara.

Dalam rentang 10 tahun itu istri sang PM dan sang presiden (Emine Erdogan dan Hayrunnisa Gul) terpaksa tidak bisa mendampingi suami mereka di rumah dinas dan istana negara. Karena alasan jilbab pula, PM Erdogan kemudian menyekolahkan kedua anak perempuannya ke Amerika Serikat dan Bosnia.

Pada Oktober 2013, Erdogan mengumumkan paket reformasi yang telah disetujui parlemen yang juga dikuasai AKP. Paket reformasi itu mencakup antara lain pencabutan undang-undang yang melarang penggunaan jilbab di berbagai institusi pemerintah/negara.

Sebelumnya, larangan berjilbab di kampus-kampus, termasuk di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi negeri, juga telah dicabut. Dengan begitu, para pegawai negeri perempuan kini bebas mengenakan busana Muslimah dan laki-laki boleh memelihara jenggot. Namun, larangan memakai jilbab dan berjenggot masih tetap berlaku untuk tentara, polisi, hakim, dan jaksa.

Hasilnya, kini di parlemen Turki kita bisa melihat beberapa anggota dewan dari AKP mengenakan jilbab di ruang sidang. Bahkan, partai-partai sekuler Turki pun secara demonstratif mengajukan calon anggota parlemen yang juga mengenakan jilbab.

Sementara itu, di kancah acara kenegaraan, istri Erdogan, Emine, selalu tampil mengenakan jilbab khas Turki, baik di dalam negeri maupun di luar negeri dalam kunjungan kenegaraannya, termasuk saat ke Indonesia pada akhir Juli – awal Agustus 2015 ini.

Hal ini berbanding terbalik dengan Ibu Negara Indonesia, Iriani Joko Widodo. Istri presiden Joko Widodo ini dalam seluruh acara kenegaraan tidak mengenakan jilbab, padahal di negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia. Iriana, yang merupakan lulusan Sarjana Ekonomi dan Magister Manajemen tersebut, lebih suka mengenakan pakaian kebaya dengan dandangan rambut yang disanggul.

Ironisnya, pada masa kampanye Pemilihan Presiden 2014 lalu, Iriana selalu mengenakan jilbab warna putih yang menutup rambutnya dengan anggun. Namun, rupanya hal itu dilakukan hanya untuk menarik simpati kaum Muslimin Indonesia yang saat itu meragukan komitmen keislaman Joko Widodo.

Hal itu terbukti langsung beberapa hari setelah pemilihan presiden telah dilaksanakan, Iriani tidak pernah lagi terlihat mengenakan jilbab dalam acara kenegaraan. Hal itu menimbulkan kesan negatif dari kaum Muslimin Indonesia yang merasa bahwa jilbab telah dijadikan sebagai alat politik oleh Iriani yang kini menjadi Ibu Negara Indonesia.

Memandang perspektif Emine dan Iriani dalam mengenakan jilbab, sebagai bagian dari syariat Islam, memberikan suatu gambaran antara perjuangan jilbab dan hipokritasi niat berjilbab.

Sumber: fimadani.com