Rabu, 24 Juni 2015
Dana Aspirasi/Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DB) akhirnya disetujui dalam rapat paripurna DPR, Selasa (24/6/2015). Lolosnya Dana Aspirasi ini setelah 7 partai setuju (Golkar, Gerindra, PAN, PKS, PPP, PKB, Partai Demokrat). Sedang tiga partai menolak (PDIP, Nasdem, Hanura).
Anehnya adalah sikap Demokrat yang setuju Dana Aspirasi padahal sebelumnya Ketum Partai Demokrat (PD) Susilo Bambang Yudhoyono menolak dana aspirasi.
Sebagaimana dilansir detik, Ketum Partai Demokrat (PD) Susilo Bambang Yudhoyono mengkritik habis dana aspirasi DPR yang jumlahnya mencapai Rp 11,2 triliun. Namun kenapa kritik SBY itu tak tergambarkan dengan sikap Fraksi PD yang mendukung dana aspirasi DPR?
"Fraksi Demokrat harus melihat utuh dan clear. Kami tentunya akan mendukng jika program pembangunan bisa dinikmati masyarakat, tertib hukum, tertib administrasi, anggaran tersedia, dan pengawasan ketat," kata Ketua Fraksi PD DPR Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (23/6/2015).
Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DB) yang lebih dikenal dengan nama dana aspirasi saat ini sedang dibahas di paripurna DPR. Sebelum dibawa ke paripurna, ada pembahasan akhir di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Di rapat Baleg, tercatat hanya tiga fraksi yang menolak dana tersebut, yaitu PDIP, Hanura dan NasDem.
Ibas mengatakan Fraksi PD melihat dana aspirasi bisa membantu pemerataan pembangunan. DPR juga bisa berperan lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang beragam.
"Masyarakat harus melihat hal ini secara utuh, jangan sampai melihat anggota DPR memegang dana langsung, itu salah besar. Ini didorong agar anggota mengusulkan program untuk aspirasi, usulkan pembangunan yang baik kepada masyarakat," ulas Ibas.
Beberapa waktu lalu, lewat akun twitternya, SBY mengkritik habis UP2DP atau yang biasa disebut Dana Aspirasi DPR. Menurut SBY, ada 5 hal yang harus dikritisi dari program tersebut.
Berikut poin-poin kritik SBY terhadap program UP2DP yang disampaikan lewat akun @SBYudhoyono 16 Juni lalu:
(1) Bagaimana meletakkan "titipan" dana Rp 20 miliar tersebut dalam sistem APBN dan APBD, agar klop dan tak bertentangan dengan rencana eksekutif. Ingat, APBN direncanakan dan disiapkan dengan proses "dari atas dan dari bawah" secara terpadu, bertahap dan berlanjut. Di mana masuknya? Bagaimana jika usulan program yang menggunakan dana aspirasi itu tidak cocok dan bertentangan dengan prioritas dan rencana pemda setempat.
(2) Bagaimana menjamin penggunaan dana tersebut tidak tumpang tindih dengan anggaran daerah dan yang diinginkan oleh DPRD provinsi, kabupaten dan kota?
(3) Kalau anggota DPR RI punya dana aspirasi, bagaimana dengan anggota DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota yang dinilai lebih tahu dan lebih dekat ke dapil? Kalau mereka juga dapat dana aspirasi, betapa besar dana APBN dan APBD yang tidak "di tangan" eksekutif dalam perencanaannya. Betapa rumit dan kompleksnya perencanaan pembangunan, karena masing-masing pihak punya keinginan dan rencananya sendiri.
(4) Kalau anggota DPR punya "jatah dan kewenangan" untuk menentukan sendiri proyek dan anggarannya, lantas apa bedanya eksekutif dan legislatif?
(5) Bagaimana akuntabilitas dan pengawasan dana aspirasi itu, sekalipun dana itu tidak "dipegang" sendiri oleh anggota DPR?