Arab Saudi Tingkatkan Hubungan Militer Dan Bilateral Dengan Rusia, Strategi?

Menteri luar negeri kerajaan Arab Saudi, Adel bin Ahmed Al-Jubeir, menegaskan bahwa tak ada satupun yang bisa menghalangi Arab Saudi untuk melakukan pembelian persenjataan dari Rusia. Dan tidak ada alasan untuk tidak membeli sistem pertahanan militer yang dibuat oleh Moskow.

Sebuah nota kesepakatan baru telah ditandatangani oleh kedua negara penghasil minyak ini. kesepakatan ini merupakan kelanjutan dari dokumen sejenis yang telah ditandatangani sebelumnya.

"Saya tegaskan bahwa tidak ada yang dapat menghalangi kami untuk membeli sistem pertahanan dari Rusia," jelas Al-Jubeir yang dilansir oleh Russia Today.

Namun pembelian persenjataan bergantung dari pertimbangan ahli militer masing-masing negara dan hasil diplomasi bilateral keduanya nanti.

Sementara terkait kesepakatan energi nuklir Riyadh-Moskow pada pekan lalu, Al-Jubeir menjelaskan bahwa negaranya terus berusaha membangun sumber energi alternatif sejak lama. Rusia dipandang memiliki potensi besar dalam bidang teknologi nuklir dan menjadi rujukan Saudi untuk menangani isu energi nuklirnya.

Al-Jubeir juga menjelaskan bahwa Saudi mungkin akan membangun 16 reaktor nuklir sebagai pembangkit energi. Ia juga menegaskan jika hal itu dilakukan untuk tujuan damai, dan menolak segala bentuk keberadaan senjata pemusnah massal di Timur Tengah.

Al-Jubeir menolak jika kesepakatan ini dinilai hanya sebuah "barter kepentingan" untuk urusan jangka pendek. Menurutnya Riyadh menginginkan hubungan saling menguntungkan di masa depan. Termasuk mengenai kepentingan bersama di Timur Tengah. Bagi Saudi, Rusia adalah sebuah negara yang penting. Ada sekitar 20 juta Muslim di sana dan ini sama pentingnya dengan 2 tanah suci.

"Peningkatan hubungan bilateral kedua negara tidak dapat ditafsirkan sebagai kebutuhan untuk menyelesaikan masalah tertentu," ujar Al-Jubeir.

Rusia dan Saudi memiliki berbagai pertentangan kepentingan seperti masalah dukungan Rusia terhadap Basyar al-Assad. Rusia adalah sekutu Iran yang merupakan musuh negeri-negeri Ahlusunnah di kawasan tersebut. Bahkan serangan Saudi untuk menangkal pemberontak Houthi juga dikritik oleh Rusia.

Sejak akhir tahun lalu, Saudi dinilai telah memainkan harga minyak rendah untuk semakin menekan ekonomi Rusia yang telah terpuruk akibat sanksi barat terkait kasus pencaplokan Krimea, Ukraina.

Sedangkan secara militer, Arab Saudi dominan menggunakan produk-produk blok barat (terutama Amerika). Meskipun tidak terikat dalam pembelian alat militer dari manapun.

(Russian Today/CNN Indonesia/risalah)