Senin, 13 April 2015 20:45
Aris Idol (kapanlagi.com)
Dream - Pria
itu muncul dengan menenteng gitar kumal. Berkaus putih kerah panjang,
celana jeans, dan rambut yang sedikit naik di bagian tengah, ia terlihat
seperti pemuda kebanyakan. Tak ada yang mengesankan. Tapi kepercayaan
lelaki kurus ini begitu tinggi.
Ia pun naik ke panggung berbentuk lingkaran itu. Tangannya segera memainkan gitar tua itu dengan lincah. Sebuah nomer “13959” menempel di dada baju dan gitarnya.
Ketika musik dari gitar tua mengalun, ia pun mulai bernyanyi:
Bila asmara telah tiba
Merengut nafas jiwa
Itu dia… yang datang hadirkan cinta
Menyebar ke dalam rasa
Itulah intro dari lagu “Rasa yang Tertinggal” karya ST12. Suara pemuda itu mencengangkan juri. Selain berkarakter, juga merdu dengan pencapaian mulus pada nada-nada tinggi.
Begitu lagu itu berakhir, salah satu juri Indonesia Idol sesi 5, Titiek DJ, tak mampu menyembunyikan rasa kagumnya. “Selama saya jadi juri, belum pernah saya menangis dan merinding seperti ini,” ujarnya.
Itu terjadi pada sesi audisi awal Indonesia Idol. Si penyanyi bernama Junarisman Runtuwene. Sehari-hari ia bekerja sebagai pengamen jalanan.
Ia biasa mengamen di kereta listrik Jabodetabek dengan penghasilan Rp 30 ribu-Rp 50 ribu per hari. Saat itu dia sudah menikah, memiliki satu bayi, dan baru berusia 20 tahun.
Entah karena insting tajam Titiek DJ, Junarisman yang kemudian dipanggil “Aris Idol” itu memang terbukti mampu menyihir penonton.
Kisah nyatanya sebagai pengamen, membuat simpati publik bertambah. Ditambah olah vokalnya yang bernas, ia pun kemudian menjadi juara Indonesia Idol sesi 5 pada tahun 2008.
Seperti kisah dongeng Cinderela, Aris Idol menjadi juara dari titik nol. Dari seorang pengamen jalanan --sebuah profesi yang tak dipandang sebelah mata-- menjadi juara Indonesia Idol.
Dengan menjadi juara, ia seperti mendapat tiket meraih kesuksesan dan ketenaran untuk mengangkat ekonomi keluarga.
***
Itu cerita manis tujuh tahun...
Ia pun naik ke panggung berbentuk lingkaran itu. Tangannya segera memainkan gitar tua itu dengan lincah. Sebuah nomer “13959” menempel di dada baju dan gitarnya.
Ketika musik dari gitar tua mengalun, ia pun mulai bernyanyi:
Bila asmara telah tiba
Merengut nafas jiwa
Itu dia… yang datang hadirkan cinta
Menyebar ke dalam rasa
Itulah intro dari lagu “Rasa yang Tertinggal” karya ST12. Suara pemuda itu mencengangkan juri. Selain berkarakter, juga merdu dengan pencapaian mulus pada nada-nada tinggi.
Begitu lagu itu berakhir, salah satu juri Indonesia Idol sesi 5, Titiek DJ, tak mampu menyembunyikan rasa kagumnya. “Selama saya jadi juri, belum pernah saya menangis dan merinding seperti ini,” ujarnya.
Itu terjadi pada sesi audisi awal Indonesia Idol. Si penyanyi bernama Junarisman Runtuwene. Sehari-hari ia bekerja sebagai pengamen jalanan.
Ia biasa mengamen di kereta listrik Jabodetabek dengan penghasilan Rp 30 ribu-Rp 50 ribu per hari. Saat itu dia sudah menikah, memiliki satu bayi, dan baru berusia 20 tahun.
Entah karena insting tajam Titiek DJ, Junarisman yang kemudian dipanggil “Aris Idol” itu memang terbukti mampu menyihir penonton.
Kisah nyatanya sebagai pengamen, membuat simpati publik bertambah. Ditambah olah vokalnya yang bernas, ia pun kemudian menjadi juara Indonesia Idol sesi 5 pada tahun 2008.
Seperti kisah dongeng Cinderela, Aris Idol menjadi juara dari titik nol. Dari seorang pengamen jalanan --sebuah profesi yang tak dipandang sebelah mata-- menjadi juara Indonesia Idol.
Dengan menjadi juara, ia seperti mendapat tiket meraih kesuksesan dan ketenaran untuk mengangkat ekonomi keluarga.
***
Itu cerita manis tujuh tahun...